PERKEMBANGAN KOGNITIF
DAN KETERAMPILAN
METAKOGNISI PESERTA DIDIK DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
Disusun
untuk memenuhi
Tugas
mata kuliah: Psikologi Perkembangan Peserta
Didik
Dosen
Pengampu: Drs. Nur Munajat, M.Si
Disusun
oleh:
Nama : Najiba Rahmawati
NIM : 14410111
Jurusan
Pendidikan Agama Islam
Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas
Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualikum Wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat
Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat
sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Didik ini dapat
selesai sesuai dengan waktunya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
baginda Nabi Agung Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada
sunnahnya Amin.
Dalam penyusunan makalah ini
tentunya ada hambatan yang selalu mengiringi namun atas kerja sama dan diskusi,
akhirnya semua hambatan dalam penyusunan makalah ini dapat teratasi.
Makalah ini disusun dengan tujuan
sebagai informasi serta untuk menambah wawasan dalam studi Psikologi Perkembangan Peserta Didik dan adapun
metode yang saya ambil dalam penyusunan makalah ini
adalah berdasarkan pengumpulan sumber informasi dari berbagai sumber buku,karya
tulis dan media massa yang mendukung dengan tema makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan sebagai sumbangsih pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak
lupa saya mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini
terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah
ini. Saya sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan untuk itu kritik dan saran sangat saya harapkan
demi kebaikan saya untuk kedepannya.
Wassalamualikum Wr.Wb
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI 3
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang........................................................................................................ 4
B.
Rumusan
Masalah 5
C.
Tujuan
Penulisan ..................................................................................................... 5
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kognitif................................................................................................. 6
B.
Pengertian
Perkembangan Kognitif......................................................................... 6
C.
Strategi Perkembangan Kognitif............................................................................. 8
D.
Pengertian
Metekognitif.......................................................................................... 9
E.
Keterampilan Metakognisi ...................................................................................... 10
F.
Perkembangan
Metakognitif .................................................................................. 15
G.
Strategi
Perkembangan Metakognitif ..................................................................... 17
H.
Implikasi Perkembangan Keterampilan Kognitif terhadap Pendidikan ................. 18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Belajar adalah proses
mental yang aktif untuk mendapatkan, mengingat, dan menggunakan pengetahuan.
Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi
yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi
dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang
tampak. Belajar adalah aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks dan saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut.
Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi
komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah
akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu
proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan
aspek-aspek kejiwaan lainnya.
Kognitif
merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan peserta didik yang
berkaitan langsung dengan proses pembelajaran dan sangat menentukan
keberhasilan mereka di sekolah. Guru sebgai tenaga kependidikan yang
bertanggung jawab melaksanakan interaksi edukatif di dalam kelas, perlu
memiliki pemahaman yang mendalam tentang perkembangan kognitif peserta
didiknya. Dengan bekal pemahaman tersebut, guru akan dapat memberikan layanan
pendidikan atau melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan
kognitif peserta didik yang dihadapinya.
Seiring dengan
perkembangan kognitifnya, anak-anak usia sekolah mulai berusaha mengetahui
tentang pikiranya sendiri, tentang bagaimana ia belajar dan mengingat
situasi-situasi yang dialami setiap hari, muali menyadari proses-proses
kognitifnya dan bagaimana seseorang dapat meningkatkan penilaian kognitif
mereka, serta memilih strategi-strategi yang cocok untuk meningkatkan kinerja
kognitif mereka. Para ahli psikologi menyebut tipe pengetahuan ini dengan
metakognitif (metacognitive), yaitu pengetahuan tentang kognisi (Wellman, 1988).[1]
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa yang dimaksud dengan teori kognitif?
b.
Apa yang
dimaksud dengan perkembangan kognitif?
c.
Bagaimana
strategi pengembangan kognitif?
d.
Apa yang
dimaksud dengan teori metakognitif?
e.
Apa yang dimaksud dengan keterampilan metakognisi?
f.
Apa yang
dimaksud dengan perkembangan metakognitif?
g.
Bagaimana
strategi perkembangan metakognitif?
h.
Bagaimana implikasi perkembangan keterampilan kognitif terhadap pendidikan?
C.
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut
a.
Mengetahui apa
yang dimaksud dengan teori kognitif.
b.
Mengetahui apa yang
dimaksud dengan perkembangan kognitif.
c.
Mengetahui
bagaimana strategi pengembangan kognitif.
d.
Mengetahui apa
yang dimaksud dengan teori metakognitif.
e.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan keterampilan metakognisi
f.
Mengetahui apa
yang dimaksud dengan perkembangan metakognitif.
g.
Mengetahui
bagaimana strategi perkembangan metakognitif.
h.
Mengetahui
implikasi perkembangan keterampilan kognitif terhadap pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kognitif[2]
Kognitif adalah sebuah istilah
yang digunakan psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas
mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan
pengolahan informasi yang memungkin akan seseorang memperoleh pengetahuan,
memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis
yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita,
2006 :103).
Ranah kognitif juga merupakan
ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang
menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah
kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan
menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir,
mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi.
Tujuan aspek kognitif
berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang
lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang
menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan,
metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan
demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan
mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang
paling tinggi yaitu evaluasi.
B. Pengertian Perkembangan Kognitif
Dikembangan
oleh Jean Piaget. Seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya
memberikan banyak konsepmutama dalam lapangan psikologi perkembangan dan
berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti
kemampuan untuk secara lebih tepat mereprntasikan dunia dan mealukan oprasi
logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Piaget membagi
skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama
yang berkolerasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:[3]
·
Tahapan sensorimotor (usia 0-2 tahun)
·
Tahapan pra-operasional (usia 2-7 tahun)
·
Tahap oprasional konkrit (usia 7-11 tahun)
·
Tahapan operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Secara
sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk
berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemacahan
masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan anak
menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu menjalankan
fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan
seharai-hari.
Dengan demikian dapat dipahami
bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik
yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis
yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirikan
lingkungannya.[4]
Dalam Dictionary of Psychology
karya Chaplin (2002), dijelaskan bahwa “kognisi termasuk di dalamnya mengamati,
melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan,
menduga, dan menilai. Secara tradisional, kognisi ini dipertentangkan dengan
konasi (kemauan) dan dengan afeksi (perasaan). Sejumlah ahli psikologi juga
menggunakan istilah thinking atau pikiran ini untuk menunjuk pengertian yang
sama dengan cognition (kognisi), yang mencakup berbagai aktivitas mental,
seperti: penalaran, pemecahan masalah, pembentukan konsep-konsep, dan
sebagainya. Atkinson, dkk., (1991) mengartikan berpikir sebagai “kemampuan
membayangkan dan mengambarkan benda atau peristiwa dalam ingatan dan bertindak
berdasarkan penggambaran ini. Pemecahan masalah melalui manipulasi yang nyata.”
Dari beberapa pengertian di
atas dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan
oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan
dengan presepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan
seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencankan masa
depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu
mempelajarai, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai,
dan memikirkan lingkungannya.[5]
C.
Strategi Pengembangan Kognitif[6]
Strategi kognitif merupakan
salah satu kecakapan aspek kognitif yang penting dikuasai oleh seorang peserta
didik dalam belajar atau memecahkan masalah. Strategi kognitif merupakan
kemampuan tertinggi dari domain kognitif, setelah analisis, sintesis, dan evaluasi.
Hal ini sebgaimana dikemukakan oleh Pressley (dalam Santrock, 2006), kunci
pendidikan adalah membantu siswa mempelajari serangkaian strategi yang dapat
menghasilkan solusi problem. Pemikir yang baik menggunakan strategi secara
rutin untuk memecahkan masalah. Pemikir yang baik juga tahu kapan dan di mana
mesti menggunakan strategi (pengetahuan metakognitif tentang strategi).
Memahami kapan dan di mana mesti menggunakan strategi sering muncul dari
aktivitas monitoring yang dilakukan siswa terhadap situasi pembelajaran.
1.
Pengertian Strategi Kognitif
Strategi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai:
“specific methods of approaching a problem or task, modes of operation for
achieving a particular end, planned designs for controlling and manipulating
certain information (Brown, 2000). McDevitt dan Ormrod (2002), mendefinisikan
strategi kognitif sebagai “specific mental process that people use to acquire
or manipulation information.” Jadi, yang dimaksud dengan strategi kognitif
adalah proses mental atau kognitif tertentu yang digunakan orang untuk
memperoleh atau memanipulasi informasi.
Menurut Gagne (dalam Paulina Pannen, dkk, 2001), strategi
kognitif adalah kemampuan internal kemampuan internal yang terorganisasi yang
dapat membantu siswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah,
dan mengambil keputusan.
Menurut Bell-Gredler (dalam Paulina Pannen, 2001),
strategi kognitif merupakan proses berpikir induksi, di mana siswa belajar
untuk membangun pengetahuan berdasarkan fakta atau prinsip yang diketahuinya.
Strategi kognitif tidak berhubungan dengan materi bidang ilmu tertentu, karena
merupakan keterampilan berpikir siswa yang internal dan dapat diterapkan dalam
berbagai bidang ilmu. Ini terlihat ketika siswa mempelajari materi suatu ilmu,
mereka juga terlibat dalam proses untuk mengembangkan strategi kognitif.
2.
Jenis-Jenis Strategi Kognitif
Terdapat berbagai jenis strategi kognitif yang digunakan
oleh peserta didik dalam belajar dan memecahkan masalah. West, Farmer dan Wolff
(1991) mengidentifikasi empat jenis strategi kognitif, yaitu:
a.
Chuking, merupakan strategi yang dilakukan dengan cara mengorganisasikan
materi secara sistematis melalui proses mengurutkan, megklasifikasikan, dan
menyusun. Strategi ini dipandang dapat membantu peserta didik dalam mengelola
informasi yang sangat banyak atau proses yang sangat kompleks. Dengan chuking
peserta didik dapat memilah-milah suatu materi pembelajran atau suatu masalah
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan kemudian menyusun bagian-bagian
tersebut secara berututan.
b.
Spatial, merupakan strategi untuk menunjukan hubungan antara satu hal
dengan hal lain. Strategi ini meliputi strategi pembingakaian (framing), dan
pemetaan kognitif (cognitive mapping).
c.
Multipurpose, merupakan strategi kognitif yang dapat digunakan untuk
berbagai tujuan, antara lain rehearsal,
imagery, dan mneumonics.
D.
Pengertian Metakognitif[7]
Menurut Suherman et.al. (2001 : 95),
metakognitif adalah suatu kata yang berkaitan dengan apa yang diketahui tentang
dirinya sebagai individu yang belajar dan bagaimana dia mengontrol serta
menyesuaikan prilakunya. Seseorang perlu menyadari kekurangan dan kelebihan
yang dimilikinya. Metakognitif adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada
diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal.
Dengan kemampuan seperti ini seseorang dimungkinkan memiliki kemampuan tinggi
dalam memecahkan masalah, sebab dalam setiap langkah yang dia kerjakan
senantiasa muncul pertanyaan : “Apa yang saya kerjakan ?”; “Mengapa saya
mengerjakan ini?”; “Hal apa yang membantu saya untuk menyelesaikan masalah
ini?”.
Flavel (Jonassen, 2000 : 14) memberikan
definisi metakognitif sebagai kesadaran seseorang tentang bagaimana ia belajar,
kemampuan untuk menilai kesukaran sesuatu masalah, kemampuan untuk mengamati
tingkat pemahaman dirinya, kemampuan menggunakan berbagai informasi untuk
mencapai tujuan, dan kemampuan menilai kemajuan belajar sendiri. Sementara
menurut Margaret W. Matlin (Desmita, 2006 : 137), metakognitif adalah “knowledge
and awareness about cognitive processes – or our thought about thinking”.
Jadi metakognitif adalah suatu kesadaran
tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana
mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk keperluan efisiensi
penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. Secara ringkas
metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about thingking”.
Anderson & Krathwohl (Sukmadinata
& As’ari, 2006 : 26) memberikan rincian dari pengetahuan yang dapat dikuasi
atau diajarkan pada setiap tahapan kognitif. Dalam lingkup pengetahuan
tersebut, pengetahuan metakognitif menempati pada tingkat tertinggi setelah pengetahuan
faktual, pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan
metakognitif meliputi pengetahuan strategik, pengetahuan tugas-tugas berpikir
dan pengetahuan pribadi. Sebagai contoh pengetahuan metakognitif, yaitu
pengetahuan tentang langkah-langkah penelitian, rencana kegiatan dan program
kerja ; pengetahuan tentang jenis metode, tes yang harus digunakan dan
dikerjakan guru ; dan pengetahuan tentang sikap, minat, karakteristik yang
harus dikuasai untuk menjadi seorang guru yang baik.
E.
Keterampilan Metakognisi[8]
Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan
oleh Flavell pada tahun 1976 dan menimbulkan banyak perdebatan pada pendefinisiannya. Hal ini
berakibat bahwa metakognisi tidak selalu sama didalam berbagai macam bidang
penelitian psikologi, dan juga tidak dapat diterapkan pada satu bidang
psikologi saja. Namun demikian, pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh
para peneliti bidang psikologi, pada umumnya memberikan penekanan pada
kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri (Flavel, 1976).
Anderson & Kathwohl (2001) menyatakan bahwa
metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi, secara umum sama dengan
kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi diri seseorang. Karena itu dapat
dikatakan bahwa metakognisi merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan
apa yang tidak diketahui. Sedang strategi metakognisi merujuk kepada cara untuk
meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku
sehingga bila kesadaran ini terwujud, maka akan timbul
keterampilan metakognitif di mana seseorang dapat mengawal
pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang dipelajarinya.
Van Hount-Woltes (2006) setuju bahwa keterampilan
metakognitif berisi kegiatan di fase orientasi, penyesuaian pemantauan, perencanaan, evaluasi dan refleksi. Penelitian
sebelumnya juga mewakili banyak kategori ini disimpulkan oleh Veenman dkk (1997), ada tiga tahap penting selama proses kontrol
metakognitif yaitu: perencanaan, monitoring dan evaluasi. Sejalan dengan penelitian
sebelumnya, Hong (1999) mengacu pada aktivitas metakognitif terdiri dari
tindakan seperti perencanaan atau penetapan tujuan dan pemantauan solusi.
Minnaert dan Janssen (1999) dalam studinya yang menggunakan kuesioner dengan
pertanyaan metakognitif mengacu pada kegiatan di tahap penetapan tujuan,
orientasi, perencanaan, pemantauan, pengujian, mendiagnosa, evaluasi dan
refleksi. Malpass dkk (1999) mendefinisikan metakognisi sebagai konsistensi
kesadaran yang terdiri dari, perencanaan, evaluasi, dan pemantauan.
Desoete (2001) menyatakan bahwa
metakognisi memiliki tiga komponen pada penyelesaian masalah fisika dalam
pembelajaran, yaitu: (a) pengetahuan metakognitif, (b) keterampilan
metakognitif, dan (c) kepercayaan metakognitif. Namun belakangan ini, perbedaan
paling umum dalam metakognisi adalah memisahkan pengetahuan metakognitif dari
keterampilan metakognitif. Pengetahuan metakognitif mengacu kepada pengetahuan
deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional seseorang pada
penyelesaian masalah. Sedangkan keterampilan metakognitif mengacu kepada
keterampilan perencanaan (planning skills), keterampilan
monitroring(monitoring skills), keterampilan evaluasi (evaluation
skills) dan keterampilan prediksi (prediction skills) ( Wall K et,al., 2009 ).
Menurut Brown (1980),
keterampilan metakognitif dapat dilihat sebagai pengontrolan orang-orang yang
memiliki lebih dari proses kognitif mereka sendiri. Sejumlah besar data telah
terakumulasi pada empat keterampilan metakognitif yaitu: prediksi, perencanaan,
pemantauan, dan evaluasi (Lucangeli & Cornoldi, 1997). Dalam fisika,
prediksi mengacu pada kegiatan yang bertujuan untuk membedakan latihan yang
sulit dan yang mudah. Perencanaan melibatkan analisis latihan, mengambil
relevan domain spesifik pengetahuan keterampilan dan sekuensing pemecahan
masalah yang strategis. Pemantauan ini terkait dengan pertanyaan seperti
"Apakah saya telah mengikuti rencana saya?" "Apakah ini rencana
kerja"? "Apakah saya harus menggunakan kertas dan pensil untuk
memecahkan masalah?" Dan sebagainya. Sedangkan dalam evaluasi menilai
sendiri jawaban dan proses mendapatkan jawaban.
1.
Keterampilan
perencanaan (planning skills)
Perencanaan
merupakan keterampilan yang mengutamakan proses sistematis dan berfikir
dalam pemecahan masalah, yang bertujuan adanya solusi dalam suatu pilihan. Keterampilan perencanaan tidak hanya membantu untuk menciptakan solusi tapi juga membantu untuk lebih memahami
permasalahan itu sendiri.Jadi sebuah
usulan lebih diutamakan dibanding informasi awal. Proses perencanaan menggiring
kita untuk berfikir kembali atau merangkai masalah kembali. Ungkapan
tersebut memberikan gambaran yang jelas bahwa sulit untuk menghindarkan
diri dari masalah, karena masalah telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam kehidupan, baik kehidupan sosial, maupun kehidupan profesional. Untuk
itulah penguasaan atas metode pemecahan masalah menjadi sangat penting agar
terhindar dari tindakan Jump to conclusion, yaitu proses penarikan
kesimpulan terhadap suatu masalah tanpa melalui proses analisa masalah secara
benar, serta didukung oleh bukti-bukti atau informasi yang akurat Hamalik
(2002). Aqib (2003), mengungkapkan bahwa perencanaan dapat membantu dalam memahami masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.
Keberhasilan
suatu kegiatan sangat ditentukan oleh perencanaannya. Apabila perencanaan suatu
kegiatan dirancang dengan baik, maka kegiatan akan mudah dilaksanakan, terarah,
serta terkendali. Demikian pula halnya dengan proses belajar mengajar, agar
pelaksanaan proses tersebut berjalan dengan baik maka diperlukan perencanaan
pembelajaran yang baik pula. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
keterampilan perencanaan maka suatu proses pemecahan masalah akan mendapatkan
hasil yang lebih baik.
2.
Keterampilan
monitoring (monitoring skill)
Monitoring merupakan pemantauan
yang dapat dijelaskan sebagai kesadaran (awareness) tentang apa yang
ingin diketahui, pemantauan berkadar tingkat tinggi dilakukan agar dapat
membuat pengukuran melalui waktu yang menunjukkan pergerakan ke arah tujuan
atau menjauh dari itu. Monitoring akan memberikan informasi tentang status dan
kecenderungan bahwa pengukuran dan evaluasi yang diselesaikan berulang dari
waktu ke waktu. Monitoring umumnya dilakukan
untuk tujuan tertentu, diantaranya adalah untuk
memeriksa terhadap proses atau untuk mengevaluasi kondisi (Arikunto, 2004).
Monitoring menyediakan
data dasar untuk menjawab permasalahan, sedangkan evaluasi adalah memposisikan
data-data tersebut agar dapat digunakan dan diharapkan memberikan nilai tambah.
Namun tanpa monitoring, evaluasi tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki
data dasar untuk dilakukan analisis, dan dikhawatirkan akan mengakibatkan
spekulasi, oleh karena itu monitoring dan evaluasi harus berjalan seiring.
Keterampilan
monitoring adalah keterampilan dalam proses pengumpulan dan analisis
informasi (berdasarkan indikator yg ditetapkan) secara sistematis dan berkelanjut tentang kegiatan belajar sehingga dapat
dilakukan tindakan koreksi untuk penyempurnaan kegiatan selanjutnya.
Mulyasa (2006) menyebutkan tujuan monitoring yaitu untuk: (1)
mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan
rencana, (2)
mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi, (3)
melakukan penilaian apakah pola yang digunakan sudah tepat untuk mencapai
tujuan pembelajaran, (4) mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk
memperoleh ukuran kemajuan, (5) menyesuaikan kegiatan dengan
lingkungan yang berubah, tanpa menyimpang dari tujuan.
3.
Keterampilan evaluasi (evaluation
skills)
Evaluasi adalah proses
penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja untuk memberikan
umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja itu sendiri. Keterampilan evaluasi sangat diperlukan
oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Adapun tujuan dari
keterampilan evaluasi adalah untuk mendapatkan informasi dan menarik
pelajaran dari pengalaman dari kegiatan yang baru selesai dilaksanakan,
maupun yang sudah berfungsi sebagai umpan balik bagi pengambilan keputusan
dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian pembelajaran
selanjutnya (Sukmadinata, 2004).
Arikunto (2006), menyatakan bahwa
pentingnya evaluasi adalah untuk: (1) memperlihatkan keberhasilan atau
kegagalan dari kegiatan, (2) menunjukkan di mana dan bagaimana perlu dilakukan
perubahan-perubahan, (3) menentukan bagaimana kekuatan atau potensi dapat
ditingkatkan, (4) memberikan informasi untuk membuat perencanaan dan
pengambilan keputusan, (5) membantu untuk dapat melihat konteks dengan lebih
luas serta implikasinya terhadap kinerja peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran.
4.
Keterampilan
prediksi (prediction skills)
Prediksi
adalah ramalan tentang kejadian yang dapat diamati diwaktu yang akan datang.
Prediksi didasarkan pada observasi yang cermat dan inferensi tentang hubungan
antara beberapa kejadian yang telah diobservasi. Perbedaan inferensi dan
prediksi yaitu: inferensi harus didukung oleh fakta hasil observasi, sedangkan
prediksi dilakukan dengan meramalkan apa yang akan terjadi kemudian berdasarkan
data pada saat pengamatan dilakukan (Rustaman, 2003).
Pada keterampilan ini peserta didik diajak
untuk melibatkan pengetahuan yang sudah diperolehnya dahulu untuk
digabungkan dengan informasi yang diperoleh dari teks yang dibaca untuk kemudian
digunakan dalam mengimajinasikan kemungkinan yang akan terjadi berdasar atas
gabungan informasi yang sudah dimilikinya. Setidaknya peserta didik diharapkan
dapat membuat dugaan tentang topik dari paragraf selanjutnya.
Keterampilan metakognitif melibatkan
pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang aktivitas kognitifnya sendiri atau
segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas kognitifnya (Livingston, 1997; Schoenfeld, 1992; danSukarnan, 2005). Dengan demikian, aktivitas kognitif seseorang seperti perencanaan, monitoring, dan
mengevaluasi penyelesaian suatu tugas tertentu merupakan keterampilan
metakognitif secara alami. Moore (2004) menyatakan bahwa:
“Metacognition
refers to the understanding of knowledge, an understanding that can be reflected
in either effective use or overt description of the knowledge in question. It
is clear in the research data that any definition should describe two distinct
yet compensatory competencies: 1) awareness about what it is that is known
(knowledge of cognition) and 2) how to regulate the system effectively
(regulation of cognition). The research literature reflects on overall
acceptance of “knowledge of cognition.” It includes declarative, procedural,
and conditional knowledge, and “regulation of cognition” includes planning,
prediction, monitoring, testing, revising, checking, and evaluating activities.”
“Metakognisi mengacu pada pemahaman seseorang tentang pengetahuannya, sehingga pemahaman yang mendalam tentang pengetahuannya akan mencerminkan
penggunaannya yang efektif atau uraian
yang jelas tentang pengetahuan yang dipermasalahkan. Hal ini
menunjukkan bahwa pengetahuan kognisi adalah kesadaran seseorang tentang apa
yang sesungguhnya diketahuinya dan regulasi kognisi adalah bagaimana seseorang
mengatur aktivitas kognisinya secara efektif. Karena itu, pengetahuan kognisi
memuat pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional, sedangkan regulasi
kognisi mencakup kegiatan perencanaan, prediksi, monitoring (pemantauan),
pengujian, perbaikan (revisi), pengecekan (pemeriksaan), dan evaluasi.”
Secara umum, pengetahuan
metakognitif mulai berkembang pada usia 5-7 tahun, dan terus berkembang selama
usia sekolah, masa remaja, bahkan sampai masa dewasa. Penelitian Flavel tentang
metakognitif lebih difokuskan kepada anak-anak. Flavel menunjukan bahwa anak-anak
yang masih kecil telah menyadari adanya pikiran, memiliki keterkaitan atau
terpisah dengan dunia fisik, dapat menggambarkan objek-objek, dan
peristiwa-peristiwa secara akurat atau tidak akurat, dan secara aktif menengahi
interpretasitentang realitas dan emosi yang dialami.
Sejumlah peneliti lain lebih
tertarik mempelajari kemampuan metakognitif anak-anak, apakah anak-anak yang
masih kecil telah mampu memahami pikiran-pikiran mereka sendiri dan
pikiran-pikiran orang lain. Hala, Chandler dan Fritz (1991) misalnya, menemukan
bahwa anak-anak yang masih kecil usia 2 atau 2,5 tahun telah mengerti bahwa
untuk menyembunyikan sebuah objek dari orang lain mereka harus menggunakan
taktik penipuan, seperti berbohong atau menghilangkan jejak mereka sendiri.
Wellman dan Gelman (1997) juga
menunjukan bahwa pemahaman anak tentang pikiran manusia tumbuh secara ekstensif
sejak tahun-tahun pertama kehidupannya. Kemudian usia 3 tahun anak menunjukan suatu
pemahaman bahwa kepercayaan dan keinginan-keinginan internal dari seseorang
berkaitan dengan tindakan-tindakan orang tersebut.
Dengan demikian dapat dipahami
bahwa kesadaran metakognitif telah berkembang jauh sebelum anak masuk sekolah.
Kemudian, melalui interaksinya dengan dunia sekolah, kesadaran metakognitif
anak akan terus mengalami perkembangan hingga remaja, bahkan sampai dewasa.
Pada usia 7 atau 8 tahun kemampuan metakognitif anak meningkat secara mencolok.
Pada masa ini, penilaian anak terhadap isyarat kognitif meningkat tajam. Hal
ini mungkin disebabkan anak semakin menyadari kehendak sadar (stream of
consciusness) dari pikirannya sendiri dan orang lain (Flavell, at al., 1995)
sejumlah ahli belakangan juga percaya bahwa konsep tentang proses berpikir dan
kesadaran tentang pikiran dan belajar berkembang dengan baik selama masa
pertengahan anak-anak dan remaja (Ferrari & Sternberg, 1998; Wellman &
Hickling, 1994).
Sumber lain menyebutkan bahwa perkembangan dalam psikologi bidang pendidikan berjalan sangat pesat, salah
satunya adalah perkembangan konsep metakognisi (metacognition) yang pada
intinya menggali pemikiran orang tentang berpikir ”thinking about thinking”.
Konsep dari metakognisi adalah ide dari berpikir tentang pikiran pada diri
sendiri. Termasuk kesadaran tentang apa yang diketahui seseorang (pengetahuan
metakognitif), apa yang dapat dilakukan seseorang (keterampilan metakognitif)
dan apa yang diketahui seseorang tentang kemampuan kognitif dirinya sendiri
(pengalaman metakognitif).[10]
Variabel lain yang terkait dengan metakognisi
adalah variabel individu. Sebagai modal dasar untuk menjadi seorang pebelajar
mandiri (self-learner) yang baik, siswa harus memiliki pengetahuan tentang
kelemahan dan kelebihan dirinya dalam menghadapi tugas-tugas kognitif, yang
menurut Anderson & Krathwohl (2001) disebut pengetahuan-diri
(self-knowledge). Bahkan lebih jauh siswa harus mampu memilih, menggunakan, dan
memonitor strategi-strategi kognitif yang cocok dengan tipe belajar, gaya
berpikir, dan gaya kognitif yang dimiliki dalam mengahadapi tugas-tugas
kognitif. Misalnya, seseorang dengan tipe belajar visual harus sering
menggunakan strategi elaborasi peta konsep dalam memahami materi yang sedang
dipelajari. Kemampuan seperti ini merupakan salah satu komponen metakognisi
yang disebut pemonitoran kognitif.[11]
G.
Strategi Perkembangan Metakognitif[12]
Blakey & Spence (1990) mengemukakan strategi-startegi atau langkah-langkah untuk
meningkatkan keterampilan metakognisi, yakni:
1.
Mengidentifikasi
Memulai aktivitas pengamatan, siswa perlu membuat keputusan yang disadari
tentang pengetahuan mereka. Dengan menyelidiki suatu topik, siswa akan
menverifikasi, mengklarivikasi dan mengembangkan, atau mengubah pernyataan awal
mereka dengan informasi yang akurat.
2.
Berbicara tentang berpikir (Talking about
thinking)
Selama membuat perencanaan dan memecahkan masalah, guru boleh “menyuarakan
pikiran”, sehingga siswa dapat ikut mendemonstrasikan proses berpikir. Pemecahan
masalah berpasangan merupakan strategi lain yang berguna pada langkah
ini. Seorang siswa membicarakan sebuah masalah, mendeskripsikan proses
berpikirnya, sedangkan pasangannya mendengarkan dan bertanya untuk membantu
mengklarifikasi proses berpikir.
3.
Membuat jurnal berpikir (keeping thinking journal)
Cara lain untuk mengembangkan metakognisi adalah melalui penggunaan jurnal atau catatan
belajar. Jurnal ini berupa buku harian dimana setiap siswa
merefleksi berpikir mereka, membuat catatan tentang kesadaran mereka terhadap
kedwiartian (ambiguities) dan ketidakkonsistenan, dan komentar tentang
bagaimana mereka berurusan/menghadapi kesulitan.
4.
Membuat perencanaan dan regulasi-diri
Siswa harus mulai bekerja meningkatkan responsibilitas untuk merencanakan
dan meregulasi belajar mereka. Sulit bagi pebelajar menjadi orang yang mampu
mengatur diri sendiri (self-directed) ketika belajar direncanakan dan
dimonitori oleh orang lain.
5.
Melaporkan kembali proses berpikir (Debriefing thinking process)
Aktivitas terakhir adalah menfokuskan diskusi siswa pada proses berpikir
untuk mengembangkan kesadaran tentang strategi-strategi yang dapat
diaplikasikan pada situasi belajar yang lain. Metode tiga langkah dapat
digunakan; Pertama: guru mengarahkan siswa untuk mereviu aktivitas,
mengumpulkan data tentang proses berpikir; Kedua: kelompok
mengklasifikasi ide-ide yang terkait, mengindentifikasi strategi yang
digunakan;Ketiga: mereka mengevaluasi keberhasilan, membuang
strategi-strategi yang tidak tepat, mengindentifikasi strategi yang dapat
digunakan kemudian, dan mencari pendekatan alternatif yang menjanjikan.
6.
Evaluasi-diri (Self-evaluation)
Mengarahkan pengalaman-pengalaman evaluasi-diri dapat diawali melalui
pertemuan individual dan daftar-daftar yang berfokus pada proses berpikir.
Secara bertahap, evaluasi-diri akan lebih banyak diaplikasikan secara
independen.
H.
Implikasi Perkembangan Keterampilan Kognitif terhadap
Pendidikan[13]
Kemampuan metakognisi,
keterampialn menggunakan strategi kognitif, merupakan aspek-aspek kognitif yang
penting dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik di sekolah. Peserta
didik yang hardir di sekolah harus memiliki dan mengembangkan kemampuan
metakognisinya serta trampil dalam menggunakan strategi kognitif yang efektif.
Kemampuan metakognisi dan strategi kognitif memberikan beberapa implikasi bagi pendidikan.
Dalam uraian berikut akan diketengahkan beberapa upaya yang harus dilakukan
guru dalam mengembangkan kemampuan metakognisi dan strategi kognitif peserta
didik.
1.
Guru harus mengajarkan dan menganjurkan kepada peserta didik untuk
menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan kelompok usia mereka.
2.
Memberikan pelatihan tentang strategi belajar, kapan dan bagaimana
menggunakan strategi untuk mempelajari tugas-tugas baru dan sulit. Penelitian
tentang pelatihan strategi (strategy training) menunjukan bahwa terjadinya
kemajuan belajar secaraa substansial setelah peserta didik mengikuti traning
strategi di sekolah (Seiffer & Hofnung, 1994).
3.
Menunjukan strategi belajar yang efektif serta mendorong peserta didik
untuk menggunakan strateginya sendiri.
4.
Mengidentifikasi situasi-situasi di mana suatu strategi memungkinkan untuk
digunakan.
5.
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekajar sendiri, dengan
sedikit atau tanpa bantuan dari guru.
6.
Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengakses
hasil belajarnya sendiri, sehingga mereka bisa mengetahui apa yang telah
dikerjakannya dan apa yang belum diketahuinya.
7.
Sering memberikan umpan balik tentang kemajuan belajar mereka.ketika guru
sering memberikan uman balik, ia tidak hanya meningkatkan belajar dan prestasi
akademik pesera didik di kelas, tetapi juga membantu metakognitif mereka
berkembang dengan baik. Guru dapat juga menggunakan uman balik untuk mendorong
perkembangan strategi belajar siswa yang lebih efektif.
8.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi belajarnya sendiri dan
menlong mereka mengembangkan mekanisme melakukan perbuatan belajar yang
efektif.
9.
Mengharapkan dan menganjurkan peserta didik untuk belajar mandiri, yakni
melakukan perbuatan belajar sendiri, menentukan sendiri apa yang harus
dilakukan, memecahkan masalah sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan
psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan
dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkin akan
seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa
depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu
mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan
memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2006 :103).
Sedangkan perkembangan
kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan
dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan
dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirikan lingkungannya.
Strategi kognitif merupakan
salah satu kecakapan aspek kognitif yang penting dikuasai oleh seorang peserta
didik dalam belajar atau memecahkan masalah. Strategi kognitif merupakan
kemampuan tertinggi dari domain kognitif, setelah analisis, sintesis, dan
evaluasi. Hal ini sebgaimana dikemukakan oleh Pressley (dalam Santrock, 2006),
kunci pendidikan adalah membantu siswa mempelajari serangkaian strategi yang
dapat menghasilkan solusi problem. Pemikir yang baik menggunakan strategi
secara rutin untuk memecahkan masalah. Pemikir yang baik juga tahu kapan dan di
mana mesti menggunakan strategi (pengetahuan metakognitif tentang strategi).
Memahami kapan dan di mana mesti menggunakan strategi sering muncul dari
aktivitas monitoring yang dilakukan siswa terhadap situasi pembelajaran.
Metakognitif
adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita
bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama
untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah.
Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about
thingking”
Sedangkan berkaitan dengan
keterampilan metakognisi Anderson & Kathwohl (2001)
menyatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi, secara umum
sama dengan kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi diri seseorang.
Karena itu dapat dikatakan bahwa metakognisi merupakan kesadaran tentang apa
yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Sedang strategi metakognisi
merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan
pembelajaran yang berlaku sehingga bila kesadaran ini terwujud, maka akan timbul keterampilan metakognitif di mana seseorang
dapat mengawal pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang
dipelajarinya.
Kesadaran metakognitif telah
berkembang jauh sebelum anak masuk sekolah. Kemudian, melalui interaksinya
dengan dunia sekolah, kesadaran metakognitif anak akan terus mengalami
perkembangan hingga remaja, bahkan sampai dewasa. Pada usia 7 atau 8 tahun
kemampuan metakognitif anak meningkat secara mencolok. Pada masa ini, penilaian
anak terhadap isyarat kognitif meningkat tajam. Hal ini mungkin disebabkan anak
semakin menyadari kehendak sadar (stream of consciusness) dari pikirannya
sendiri dan orang lain (Flavell, at al., 1995) sejumlah ahli belakangan juga
percaya bahwa konsep tentang proses berpikir dan kesadaran tentang pikiran dan
belajar berkembang dengan baik selama masa pertengahan anak-anak dan remaja
(Ferrari & Sternberg, 1998; Wellman & Hickling, 1994).
Blakey & Spence (1990) mengemukakan strategi-startegi atau langkah-langkah untuk
meningkatkan keterampilan metakognisi, yakni:
1.
Mengidentifikasi
2.
Berbicara tentang berpikir (Talking about thinking)
3.
Membuat jurnal berpikir (keeping thinking journal)
4.
Membuat perencanaan dan regulasi-diri
5.
Melaporkan kembali proses berpikir (Debriefing thinking process)
6.
Evaluasi-diri (Self-evaluation)
Kemampuan
metakognisi, keterampialn menggunakan strategi kognitif, merupakan aspek-aspek
kognitif yang penting dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik di
sekolah. Peserta didik yang hardir di sekolah harus memiliki dan mengembangkan
kemampuan metakognisinya serta trampil dalam menggunakan strategi kognitif yang
efektif.
DAFTAR PUSTAKA
·
Desmita, “Psikologi Perkembangan Peserta Didik : Panduan Bagi Orang Tua dan
Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, SMA”, PT. Remaja Rodaskarya,
Bandung : 2009.
·
Jahja, Yudrik “Psikologi Perkembangan”,
Kencana, Jakarta : 2011.
·
IDAMAN (Ikatan Pemuda Mandiri) BERKARYA UNTUK NEGERI. Sahabatidamanku.blogspot.com/2012_09_30_archive.html
·
Related:file.upi.edu/Direktori/KD-TASIKMALAYA/DINDIN_ABDUL_MUIZ_LIDINILLAH_(KD-TASIKMALAYA)-
MAKALAH PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN METAKOGNISI PESERTA DIDIK DAN
IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
·
http://muhammadsatriawan27.blogspot.co.id/2013/09/metakognitif.html
[1] Dra. Desmita, M.Si.,
“Psikologi Perkembangan Peserta Didik : Panduan Bagi Orang Tua dan Guru dalam
Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, SMA”, (Bandung: PT. Remaja Rodaskarya,
2009), hal. 131
[2] IDAMAN (Ikatan Pemuda Mandiri)
BERKARYA UNTUK NEGERI. Sahabatidamanku.blogspot.com/2012_09_30_archive.html
[4] Dra. Desmita, M.Si.,
“Psikologi Perkembangan Peserta Didik : Panduan Bagi Orang Tua dan Guru dalam
Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, SMA”, (Bandung: PT. Remaja Rodaskarya,
2009), hal. 96-97.
[7] related:file.upi.edu/Direktori/KD-TASIKMALAYA/DINDIN_ABDUL_MUIZ_LIDINILLAH_(KD-TASIKMALAYA)-197901132005011003/132313548%20-%20dindin%20abdul%20muiz%20lidinillah/Perkembangan%20Metakognitif.pdf
MAKALAH PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN METAKOGNISI PESERTA DIDIK DAN
IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
[9] Dra. Desmita, M.Si.,
“Psikologi Perkembangan Peserta Didik : Panduan Bagi Orang Tua dan Guru dalam
Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, SMA”, (Bandung: PT. Remaja Rodaskarya,
2009), hal. 135-136.
[10] IDAMAN (Ikatan Pemuda
Mandiri) BERKARYA UNTUK NEGERI. Sahabatidamanku.blogspot.com/2012_09_30_archive.html
[12] IDAMAN (Ikatan Pemuda
Mandiri) BERKARYA UNTUK NEGERI. Sahabatidamanku.blogspot.com/2012_09_30_archive.html
[13] Dra. Desmita, M.Si.,
“Psikologi Perkembangan Peserta Didik : Panduan Bagi Orang Tua dan Guru dalam
Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, SMA”, (Bandung: PT. Remaja Rodaskarya,
2009), hal. 143-144.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar