Rabu, 30 Desember 2015

PENDEKATAN NON POSITIVISTIK (PENDEKATAN ILMIAH MODEL C.A. VAN PEURSEN)

PENDEKATAN NON POSITIVISTIK
(PENDEKATAN ILMIAH MODEL C.A. VAN PEURSEN)
Disusun untuk memenuhi
Tugas mata kuliah: Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu: Dr. Usman SS. M. Ag
Disusun oleh:
Nama   : Najiba Rahmawati
NIM    : 14410111 / 19
Kelas   : PAI D
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2015


KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr. Wb
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu ini dapat selesai sesuai dengan waktunya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya Amin.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya ada hambatan yang selalu mengiringi namun atas kerja sama dan diskusi, akhirnya semua hambatan dalam penyusunan makalah ini dapat teratasi.
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk menambah wawasan khususnya dalam studi filsafat ilmu dan adapun metode yang saya ambil dalam penyusunan makalah ini adalah berdasarkan pengumpulan sumber informasi dari berbagai sumber buku,karya tulis dan media massa yang mendukung dengan tema makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsih pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Saya sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.
Wassalamualikum Wr.Wb

Yogyakarta, 10 Maret 2015


Penulis







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI                                                                                                                         3
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................................ 4
B.     Rumusan Masalah                                                                                                     4
C.     Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Filsafat Ilmu.......................................................................................... 5
B.     Tujuan Filsafat Ilmu................................................................................................ 7
C.     Tokoh dan Pemikiran C.A. Van Peursen................................................................. 7
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 13





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Filsafat sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berusaha mencari kebenaran telah memberikan banyak pelajaran, misalnya tentang tentang kesadaran, kemauan, dan kemampuan manusia sesuai dengan posisinya sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan untuk diaplikasikan dalam kehidupan.
Dalam dunia filsafat terdapat beberapa pendekatan guna mengetahui kebeneran dari suatu gejala yang muncul. Mulai dari pendekatan non ilmiah hingga yang ilmiah. Pendekatan yang non ilmiah tidak menggunakan perhitungan yang matang. Sehingga banyak filsuf yang merasa kurang puas. Setelah itu muncul sebuah pendekatan baru dan masih dipergunakan oleh ilmuwan-ilmuwan sampai saat ini, yakni pendekatan ilmiah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu?
2.      Apa tujuan mempelajari filsafat ilmu?
3.      Bagaimana biografi dan pemikiran C. A. Van Peursen?
C.     Tujuan
1.      Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari filsafat ilmu.
2.      Mahasiswa mampu mengetahui tujuan dari mempelajari ilmu filsafat.
3.      Mahasiswa mampu mengetahui biografi dan pemikiran C. A. Van Peursen.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Filsafat Ilmu
Yang biasa disebut dengan “filsafat ilmu” ialah suatu perpanjangan dari ilmu tentang pengetahuan. Dengan lain perkataan penerapan teori pengetahuan pada pengetahuan ilmiah. Teori pengetahuan menelaah struktur dan kesaihan pengetahuan insani.[1] Istilah filsafat bisa ditinjau dari dua segi, semantik dan praktis. Segi semantik perkataan filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, philosophia yang berarti philos = cinta, suka (loving) dan Sophia = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafah akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher dalam bahasa Arab disebut failasuf. Dari segi praktis filsafat berarti alam pikiran atau alam berfikir. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat maknanya berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.[2] Pengertian ilmu yang dikemukakan oleh Mohammad Hatta adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut hubungannya dari dalam.[3] C.A. Peursen menyatakan bahwa ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.[4]
Beberapa ahli memberikan definisi tetang filsafat ilmu, diantaranya adalah sebagai berikut.[5]
1.      Michael V. Berry, filsafat ilmu adalah penelaahan tentang logika intern dan teori-teori-teori ilmiah, dan hubungan-hubungan anatara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah. Bagi Berry, filsafat ilmu adalah ilmu yang dipakai untuk menelaah tentang logika, teori-teori iliah serta upaya pelaksanaannya untuk menghasilkan suatau metode atau teori ilmiah.
2.      May Brodbeck, filsafat ilmu adalah suatu analisis netral yang secara etis dan falsafi, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu. Bagi Brodbeck, ilmu itu harus bisa menganalisis, menggalai, mengkaji, dan bahkan melukiskannya sesuatu secara netral, etis, dan filosofis, sehingga ilmu itu dapat dimanfaatkan secara benar dan relevan.
3.      Lewis White Beck berpendapat bahwa filsafat ilu atau philosophy of science adalah ilmu yang mengkaji dan mengevaluasi metode-metode dan pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan. Jadi meneurut Lewis White Beck, filsafat ilmu adalah ilmu yang mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebgai suatu keseluruhan
4.      A. Cornelius Benyamin, mengemukakakn bahwa filsafat ilmu adalah studi stistematis mengenai sifat dan hakikat ilmu, khususnya yang berkenaan dengan metodenya, konsepnya, kedudukanya di dalam skema umum disiplin intelektual.
5.      Robert Ackermann. Filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam rangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian jelas bukan suatu cabang ilmu yang bebas dari praktik ilmiah senyatanya.
6.      Peter Caw. Menurut Caw, filsafat ilmu adalah suatu bagaian filsafat yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat umumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Caw yakin bahwa memalaui filsafat ilmu seseorang membangun dua hal, menyajikan teori sebagai lanadasan bagi keyakinan dan tindakan, dan memeriksa secara kritis segala sesuatu sebagai landasan bagi sebuah keyakinan atau tindakan.
Jadi, Pengertian Filsafat Ilmu adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka wacana dan postulat tentang ilmu serta upaya untuk membuka tabir dasar-dasar keempirisan, kepragmatisan dan kerasionalan. Aspek filsafat ini erat hubungannya dengan hal ihwal yang logis dan epistemologis. Jadi, peran filsafat ilmu disini berganda. Pada sisi pertama, filsafat ilmu mencakup analisis kritis terhadap anggapan dasar, seperti kualitas, kuantitas, ruang, waktu dan hukum. Pada sisi yang lain filsafat ilmu mencakup studi mengenai keyakinan tertentu, seperti keyakinan mengenai dunia 'sana', keyakinan mengenai keserupaan di dalam alam semesta dan keyakinan mengenai kenalaran proses alami.
B.     Tujuan Filsafat Ilmu[6]
1.      Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat mememahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2.      Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
3.      Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan nonilmiah.
4.      Mendorong pada calon ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
5.      Mempertegas bahwa dalam proses sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan
C.     Tokoh dalam Filsafat Ilmu C.A Van Peursen
1.      Biografi C.A Van Peursen
Cornelis Anthonie Van Peursen dilahirkan tanggal 8 Juli 1920 di negeri Belanda. Belajar Hukum dan Filsafat di Universitas Negeri di Leiden. Tahun 1948 mencapai gelar Doktor Filsafat. Tahun 1948-1950 menjabat wakil ketua hubungan internasional pada kementerian Pendidikan Belanda. Tahun 1950-1953 Lector Filsafat pada Universitas Negeri di Utrecht, 1953-1960 Guru Besar Filsafat pada Universitas Negeri di Groningen, dan sejak tahun 1960 di Universitas Negeri di  Leiden. Selain itu sejak tahun 1963 Guru Besar Luar Biasa dalam Ilmu Epistemologi pada Universitas Kristen di Amsterdam (VU). Pernah memberikan kuliah tamu di Oxford, Munchen, Wina, Roma, Johannseburg, New Delhi, Tokyo, Manila, Princeton dan California. Beberapa kali memimpin penataran dosen filsafat se Indonesia pada Universita Negeri Gajah Mada di Yogyakarta. Buku-bukunya antara lain di terjemahkan kedalam bahasa Perancis, Jerman, Inggris, Spanyol, Jepang, dan Korea. Yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia: Badan – jiwa – roh, Itulah Tuhan, dan Strategi Kebudayaan.[7]
2.      Pemikiran C.A Van Peursen
Dalam buku C.A. Van Peursen yang berjudul Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu  teori pengetahuan juga menelaah tentang struktur dan kesahihan pengetahuan insani. Pengetahuan ini mencakup anatara lain: mengamati, mengingat, menyangka, dan bernalar. Teori pengetahuan pada bidang ilmu itu sendiri mencakup rasionalisme, empirisme, positivisme logis, dan konstruktivisme. Gambaran ilmu itu sendiri yaitu bahwa ilmu hanya bisa berfungsi dalam suatu konteks, karena hanya dengan demikian ilmu cukup terbuka untuk kontak yang mutlak perlu dengan kenyataan yang ini diberikan.
Pendekatan Non-positifik ini dipelopori oleh Thomas Kuhn melalui buku The Strucure of Scientific Revolution yang terbit pada tahun 1962, non positivistik adalah satu cara pandang open mind untuk mendapatkan informasi dan tidak untuk generalisai yang penekatannya berawal pemaknaan untuk menghasilkan teori dan bukan untuk mencari pembenaran terhadap suatu teori, ataupun menjelaskan suatu teori, dikarenakan kebenaran yang diperoleh adalah pemahaman terhadap teori yang dihasilkannya.
Pendekatan Non Positivistik masih bersifat spekulatif, artinya yang bersifat spekulatif hanya pada logika (silogisme), sedangkan matematika bersifat pasti (sebab ada rumus) meskipun masih dalam kategori Non Positivistik dengan menggunakan penalaran (rasionalis). Sebab pada saat itu belum ada metode yang digunakan semua alat ukur dalam mengecek kebenaran. Dengan begitu akan timbul pertanyaan, dari manakah hal-hal yang dapat di nalar itu diperoleh? Kebanyakan semua itu diperoleh dari gejala yang tampak, lalu membandingkan dengan logika yang lain. Dalam hal ini disebut membandingkan Silogisme.
Dua hal penting dalam Non Positivistik adalah menggunkan penalaran deduksi (rasionalis), secara penelitian Apriori, maksudnya kesimpulan tidak membutuhkan observasi, oleh karena itu Matematika juga termasuk dalam bagian Non Positivistik, karena memang tak membutuhkan observasi disebabkan sudah jelas rumusnya (ketentuannya).
Pemikiran C. A. Van Peursen juga tertuang dalam bukunya yang berjudul Strategi Kebudayaan, yang menjelaskan bahwa dewasa ini terdapat pergeseran-pergeseran arti kebudayaan. Disamping tidak melihat seseorang sebagai orang yang modern atau primitif, Van Peursen membagi beberapa tahap yang menjelaskan kebudayaan seseorang. Tahap tersebut bukan merupakan tingkatan, melainkan mengenai pandangan tentang kebudayaan. Terdapat 3 tahap yaitu: tahap mitis, tahap onologis, dan tahap fungsional.
a.       Tahap mistis
Tahap Mitis, yaitu sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, seperti kekuasaan dewa-dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan, seperti dipentaskan dalam mitologi-mitologi yang dinamakan bangsa-bangsa primitif. Dalam tahap mistis terlihat prkatek magi, yaitu usaha menguasi orang lain atau proses alam dengan ilmu sihir.
b.      Tahap onologis
Tahap Ontologis, yaitu sikap manusia yang tidak lagi hidup dalam kepungan kekuasaan kekuatan mitis, melainkan secara bebas ingin meneliti segala hal. Manusia mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang dahulu dirasakan sebagai kepungan. Mereka mulai menyusun suatu ajaran atau teori dasar mengenai hakikat segala sesuatu (ontologi) dan mengenai segala sesuatu menurut perinciannya (ilmu-ilmu). Kebudayaan ontologi berkembang dengan lingkungan kebudayaan kuno yang sangat dipengaruhi oleh filsafat dan ilmu pengetahuan. Dalam tahap ontologis substanialisme menunjukan sifat negatifnya, yaitu usaha menjadikan manusia dan nilai-nilai itu semacam benda, barang-barang, atau substansi yang pecah, lepas yang satu dari yang lain.
c.       Tahap fungsional
Tahap Fungsional, yaitu sikap dan alam pikiran yang tidak begitu terpesona lagi oleh lingkungannya (sikap mitis), ia tidak lagi dengan kepala dingin ambil jarak terhadap objek penyelidikannya (sikap ontologis), ia ingin mengadakan relasi-relasi baru, suatu kebertautan yang baru terhadap segala sesuatu dalam lingkungannya. Dalam tahap fungsional pun terdapat suatu segi negatif, yaitu oprasionalisme, yaitu bahaya bahwa kita saling memperlakukan diri sebagai buah-buah catur, nomor-nomor dalam seberkas kartu arsip.
Ketiga tahap itu atau ketiga sifat dasar itu hanya merupakan sebuah skema, sarana yang dapat membantu kita. Penggambaran tentang tahap mistis dan tahap ontologis itu hanya berfungsi sebagai latar belakang, agar gambaran mengenai kita sekarang semakin jelas. Dengan kata lain, ketiga tahap itu hendaklah kita lihat sebagai semacam “flash back” dalam film: kita menoleh ke jaman yang silam untuk menjelaskan masa kini.
Sifat dasar tersebut sebagai bagan yang hendaklah dipandang sebagai sebuah sarana guna pengarahan praktis, dan tidak untuk mempermainkan gagasan-gagasan teoritis tang muluk-muluk. Yang diutamakan disini ialah suatu urusan yang praktis sekali, yaitu ketegangan antara sikap terbuka (transendensi) dan sikap tertutup (imanensi) dalam pertutan antara manusia dan kekuasaan disekitarnya. Kekuasaan disni maksudnya segala sesuatu yang menyodorkan diri kepada kita dan yang mempengaruhi kita.
Strategi yang mengatur hungan antara mausia dengan kekuasan itu kaya akan gambaran-gambaran dan gagasan-gagasan. Itu sebabnya mengapa semua itu perlu disederhanakan dan dipetakan menurut sebuah skema sedaerhana. Fungsi bagan itu bukan menyebutkan semua gejala satu per satu, melaikan menyediakan sekedar orientasi.





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengertian Filsafat Ilmu adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka wacana dan postulat tentang ilmu serta upaya untuk membuka tabir dasar-dasar keempirisan, kepragmatisan dan kerasionalan. Aspek filsafat ini erat hubungannya dengan hal ihwal yang logis dan epistemologis. Jadi, peran filsafat ilmu disini berganda. Pada sisi pertama, filsafat ilmu mencakup analisis kritis terhadap anggapan dasar, seperti kualitas, kuantitas, ruang, waktu dan hukum. Pada sisi yang lain filsafat ilmu mencakup studi mengenai keyakinan tertentu, seperti keyakinan mengenai dunia 'sana', keyakinan mengenai keserupaan di dalam alam semesta dan keyakinan mengenai kenalaran proses alami.
Tujuan dari mempelajari filsafat ilmu antara lain, mendalami unsur-unsur pokok ilmu, memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, mendorong pada calon ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya, mempertegas bahwa dalam proses sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
·           Cornelis Anthonie Van Peursen dilahirkan tanggal 8 Juli 1920 di negeri Belanda.
·           Tahun 1948 mencapai gelar Doktor Filsafat.
·           Tahun 1948-1950 menjabat wakil ketua hubungan internasional pada kementerian Pendidikan Belanda.
·           Tahun 1950-1953 Lector Filsafat pada Universitas Negeri di Utrecht.
·           1953-1960 Guru Besar Filsafat pada Universitas Negeri di Groningen.
·           Tahun 1960 juga menjadi Guru Besar di Universitas Negeri di  Leiden.
·           Tahun 1963 Guru Besar Luar Biasa dalam Ilmu Epistemologi pada Universitas Kristen di Amsterdam (VU).
Filsafat ilmu dengan berbagai macam paradigmanya merupakan sejarah jalan menuju perkembangan ilmu pengetahuan di masa kini. Dalam buku C.A. Van Peursen yang berjudul Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu teori pengetahuan juga menelaah tentang struktur dan kesahihan pengetahuan insani. Pengetahuan ini mencakup anatara lain: mengamati, mengingat, menyangka, dan bernalar. Teori pengetahuan pada bidang ilmu itu sendiri mencakup rasionalisme, empirisme, positivisme logis, dan konstruktivisme. Gambaran ilmu itu sendiri yaitu bahwa ilmu hanya bisa berfungsi dalam suatu konteks, karena hanya dengan demikian ilmu cukup terbuka untuk kontak yang mutlak perlu dengan kenyataan yang ini diberikan



DAFTAR PUSTAKA
Peursen, C.A. Van. 1976. “Strategi Kebudayaan. Terjamahan; Dick Hartoko”. Yogyakarta: Penerbitan Yayasan Kanisius
Susanto. 2011. “Filsafat Ilmu”. Jakarta: Bumi Aksara
Peursen, C.A Van. 1991. “Orientasi di Alam Filsafat”. Jakarta: PT Gramedia
Bakhtiar, Amsal. 2004. “Filsafat Ilmu”, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Peursen, C. A. Van. 1985. “ Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu” Jakarta: PT Gramedia






[1] C. A. Van Peursen, “ Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu” (Jakarta: PT Gramedia, 1985) hlm. 79
[2] H.A Mustofa, 2004, “Filsafat Islam”, hlm. 9
[3] Endang Saifudin Anshari, “Ilmu”, hlm. 47
[4] B. Arief Sidharta, Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung 2008, hal. 7-11.
[5] A. Sutanto, “Filsafat Ilmu” (Jakarta: Bumi Aksara, 2011) hlm. 48
[6] Amsal Bakhtiar, “Filsafat Ilmu”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004) hlm. 20
[7] C. A. Van Peursen, “Orientasi di Alam Filsafat”, (Jakarta: PT Gramedia, 1991) hlm. 261

Tidak ada komentar:

Posting Komentar