PENDEKATAN NON POSITIVISTIK
(PENDEKATAN ILMIAH MODEL C.A. VAN
PEURSEN)
Disusun
untuk memenuhi
Tugas
mata kuliah: Filsafat Ilmu
Dosen
Pengampu: Dr. Usman SS. M. Ag
Disusun
oleh:
Nama : Najiba Rahmawati
NIM : 14410111 / 19
Kelas : PAI D
Jurusan
Pendidikan Agama Islam
Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas
Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualikum Wr. Wb
Puji syukur saya panjatkan kehadirat
Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat
sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu ini
dapat selesai sesuai dengan waktunya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan
kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh
pada sunnahnya Amin.
Dalam penyusunan makalah ini
tentunya ada hambatan yang selalu mengiringi namun atas kerja sama dan diskusi,
akhirnya semua hambatan dalam penyusunan makalah ini dapat teratasi.
Makalah ini disusun dengan tujuan
sebagai informasi serta untuk menambah wawasan khususnya dalam studi filsafat
ilmu dan adapun metode yang saya ambil dalam penyusunan makalah ini adalah
berdasarkan pengumpulan sumber informasi dari berbagai sumber buku,karya tulis
dan media massa yang mendukung dengan tema makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan sebagai sumbangsih pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak
lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan
baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Saya sebagai
penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu
kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.
Wassalamualikum Wr.Wb
Yogyakarta,
10 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang........................................................................................................ 4
B.
Rumusan Masalah 4
C.
Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Filsafat Ilmu..........................................................................................
5
B.
Tujuan Filsafat Ilmu................................................................................................
7
C.
Tokoh dan Pemikiran C.A. Van Peursen.................................................................
7
BAB III PENUTUP
Kesimpulan..........................................................................................................................
11
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................................
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling
terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak
lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu tidak lepas dari
peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Filsafat sebagai suatu ilmu pengetahuan yang
berusaha mencari kebenaran telah memberikan banyak pelajaran, misalnya tentang
tentang kesadaran, kemauan, dan kemampuan manusia sesuai dengan posisinya
sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan untuk diaplikasikan
dalam kehidupan.
Dalam dunia filsafat terdapat beberapa pendekatan
guna mengetahui kebeneran dari suatu gejala yang muncul. Mulai dari pendekatan
non ilmiah hingga yang ilmiah. Pendekatan yang non ilmiah tidak menggunakan
perhitungan yang matang. Sehingga banyak filsuf yang merasa kurang puas.
Setelah itu muncul sebuah pendekatan baru dan masih dipergunakan oleh
ilmuwan-ilmuwan sampai saat ini, yakni pendekatan ilmiah.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan filsafat ilmu?
2. Apa
tujuan mempelajari filsafat ilmu?
3. Bagaimana
biografi dan pemikiran C. A. Van Peursen?
C. Tujuan
1. Mahasiswa
mampu mengetahui definisi dari filsafat ilmu.
2. Mahasiswa
mampu mengetahui tujuan dari mempelajari ilmu filsafat.
3. Mahasiswa
mampu mengetahui biografi dan pemikiran C. A. Van Peursen.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Filsafat Ilmu
Yang biasa disebut dengan “filsafat ilmu” ialah
suatu perpanjangan dari ilmu tentang pengetahuan. Dengan lain perkataan
penerapan teori pengetahuan pada pengetahuan ilmiah. Teori pengetahuan menelaah
struktur dan kesaihan pengetahuan insani.[1] Istilah
filsafat bisa ditinjau dari dua segi, semantik dan praktis. Segi semantik
perkataan filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa
Yunani, philosophia yang berarti philos = cinta, suka (loving) dan Sophia =
pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang
berfilsafah akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut
philosopher dalam bahasa Arab disebut failasuf. Dari segi praktis filsafat
berarti alam pikiran atau alam berfikir. Berfilsafat artinya berpikir. Namun
tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat maknanya berpikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh.[2]
Pengertian ilmu yang dikemukakan oleh Mohammad Hatta adalah pengetahuan yang
teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama
tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut
hubungannya dari dalam.[3]
C.A. Peursen menyatakan bahwa ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha
sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.[4]
Beberapa ahli memberikan definisi tetang filsafat
ilmu, diantaranya adalah sebagai berikut.[5]
1. Michael
V. Berry, filsafat ilmu adalah penelaahan tentang logika intern dan
teori-teori-teori ilmiah, dan hubungan-hubungan anatara percobaan dan teori,
yakni tentang metode ilmiah. Bagi Berry, filsafat ilmu adalah ilmu yang dipakai
untuk menelaah tentang logika, teori-teori iliah serta upaya pelaksanaannya
untuk menghasilkan suatau metode atau teori ilmiah.
2. May
Brodbeck, filsafat ilmu adalah suatu analisis netral yang secara etis dan
falsafi, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu. Bagi
Brodbeck, ilmu itu harus bisa menganalisis, menggalai, mengkaji, dan bahkan
melukiskannya sesuatu secara netral, etis, dan filosofis, sehingga ilmu itu
dapat dimanfaatkan secara benar dan relevan.
3. Lewis
White Beck berpendapat bahwa filsafat ilu atau philosophy of science adalah
ilmu yang mengkaji dan mengevaluasi metode-metode dan pemikiran ilmiah serta
mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan. Jadi
meneurut Lewis White Beck, filsafat ilmu adalah ilmu yang mempertanyakan dan
menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan
pentingnya usaha ilmiah sebgai suatu keseluruhan
4. A.
Cornelius Benyamin, mengemukakakn bahwa filsafat ilmu adalah studi stistematis
mengenai sifat dan hakikat ilmu, khususnya yang berkenaan dengan metodenya,
konsepnya, kedudukanya di dalam skema umum disiplin intelektual.
5. Robert
Ackermann. Filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat
ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau yang
telah dibuktikan atau dalam rangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari
pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian jelas bukan suatu
cabang ilmu yang bebas dari praktik ilmiah senyatanya.
6. Peter
Caw. Menurut Caw, filsafat ilmu adalah suatu bagaian filsafat yang mencoba
berbuat bagi ilmu apa yang filsafat umumnya melakukan pada seluruh pengalaman
manusia. Caw yakin bahwa memalaui filsafat ilmu seseorang membangun dua hal,
menyajikan teori sebagai lanadasan bagi keyakinan dan tindakan, dan memeriksa
secara kritis segala sesuatu sebagai landasan bagi sebuah keyakinan atau
tindakan.
Jadi, Pengertian Filsafat Ilmu adalah
upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka wacana dan
postulat tentang ilmu serta upaya untuk membuka tabir dasar-dasar keempirisan,
kepragmatisan dan kerasionalan. Aspek filsafat ini erat hubungannya dengan hal
ihwal yang logis dan epistemologis. Jadi, peran filsafat ilmu disini berganda.
Pada sisi pertama, filsafat ilmu mencakup analisis kritis terhadap anggapan
dasar, seperti kualitas, kuantitas, ruang, waktu dan hukum. Pada sisi yang lain
filsafat ilmu mencakup studi mengenai keyakinan tertentu, seperti keyakinan mengenai
dunia 'sana', keyakinan mengenai keserupaan di dalam alam semesta dan keyakinan
mengenai kenalaran proses alami.
B. Tujuan
Filsafat Ilmu[6]
1. Mendalami
unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat mememahami
sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2. Memahami
sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang,
sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara
historis.
3. Menjadi
pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan
tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan nonilmiah.
4. Mendorong
pada calon ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
5. Mempertegas
bahwa dalam proses sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada
pertentangan
C. Tokoh
dalam Filsafat Ilmu C.A Van Peursen
1. Biografi
C.A Van Peursen
Cornelis Anthonie Van
Peursen dilahirkan tanggal 8 Juli 1920 di negeri Belanda. Belajar Hukum dan
Filsafat di Universitas Negeri di Leiden. Tahun 1948 mencapai gelar Doktor
Filsafat. Tahun 1948-1950 menjabat wakil ketua hubungan internasional pada
kementerian Pendidikan Belanda. Tahun 1950-1953 Lector Filsafat pada
Universitas Negeri di Utrecht, 1953-1960 Guru Besar Filsafat pada Universitas
Negeri di Groningen, dan sejak tahun 1960 di Universitas Negeri di Leiden. Selain itu sejak tahun 1963 Guru Besar
Luar Biasa dalam Ilmu Epistemologi pada Universitas Kristen di Amsterdam (VU).
Pernah memberikan kuliah tamu di Oxford, Munchen, Wina, Roma, Johannseburg, New
Delhi, Tokyo, Manila, Princeton dan California. Beberapa kali memimpin
penataran dosen filsafat se Indonesia pada Universita Negeri Gajah Mada di
Yogyakarta. Buku-bukunya antara lain di terjemahkan kedalam bahasa Perancis,
Jerman, Inggris, Spanyol, Jepang, dan Korea. Yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia:
Badan – jiwa – roh, Itulah Tuhan, dan
Strategi Kebudayaan.[7]
2. Pemikiran
C.A Van Peursen
Dalam buku C.A. Van
Peursen yang berjudul Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu teori pengetahuan juga menelaah tentang
struktur dan kesahihan pengetahuan insani. Pengetahuan ini mencakup anatara
lain: mengamati, mengingat, menyangka, dan bernalar. Teori pengetahuan pada
bidang ilmu itu sendiri mencakup rasionalisme, empirisme, positivisme logis,
dan konstruktivisme. Gambaran ilmu itu sendiri yaitu bahwa ilmu hanya bisa
berfungsi dalam suatu konteks, karena hanya dengan demikian ilmu cukup terbuka
untuk kontak yang mutlak perlu dengan kenyataan yang ini diberikan.
Pendekatan
Non-positifik ini dipelopori oleh Thomas Kuhn melalui buku The Strucure of
Scientific Revolution yang terbit pada tahun 1962, non positivistik adalah satu
cara pandang open mind untuk mendapatkan informasi dan tidak untuk generalisai
yang penekatannya berawal pemaknaan untuk menghasilkan teori dan bukan untuk
mencari pembenaran terhadap suatu teori, ataupun menjelaskan suatu teori,
dikarenakan kebenaran yang diperoleh adalah pemahaman terhadap teori yang
dihasilkannya.
Pendekatan Non
Positivistik masih bersifat spekulatif, artinya yang bersifat spekulatif hanya
pada logika (silogisme), sedangkan matematika bersifat pasti (sebab ada rumus)
meskipun masih dalam kategori Non Positivistik dengan menggunakan penalaran (rasionalis).
Sebab pada saat itu belum ada metode yang digunakan semua alat ukur dalam
mengecek kebenaran. Dengan begitu akan timbul pertanyaan, dari manakah hal-hal
yang dapat di nalar itu diperoleh? Kebanyakan semua itu diperoleh dari gejala
yang tampak, lalu membandingkan dengan logika yang lain. Dalam hal ini disebut
membandingkan Silogisme.
Dua hal penting dalam
Non Positivistik adalah menggunkan penalaran deduksi (rasionalis), secara
penelitian Apriori, maksudnya kesimpulan tidak membutuhkan observasi, oleh
karena itu Matematika juga termasuk dalam bagian Non Positivistik, karena
memang tak membutuhkan observasi disebabkan sudah jelas rumusnya
(ketentuannya).
Pemikiran C. A. Van
Peursen juga tertuang dalam bukunya yang berjudul Strategi Kebudayaan, yang menjelaskan
bahwa dewasa ini terdapat pergeseran-pergeseran arti kebudayaan. Disamping
tidak melihat seseorang sebagai orang yang modern atau primitif, Van Peursen
membagi beberapa tahap yang menjelaskan kebudayaan seseorang. Tahap tersebut
bukan merupakan tingkatan, melainkan mengenai pandangan tentang kebudayaan. Terdapat
3 tahap yaitu: tahap mitis, tahap onologis, dan tahap fungsional.
a. Tahap
mistis
Tahap Mitis, yaitu
sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di
sekitarnya, seperti kekuasaan dewa-dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan,
seperti dipentaskan dalam mitologi-mitologi yang dinamakan bangsa-bangsa
primitif. Dalam tahap mistis terlihat prkatek magi, yaitu usaha menguasi orang
lain atau proses alam dengan ilmu sihir.
b. Tahap
onologis
Tahap Ontologis, yaitu
sikap manusia yang tidak lagi hidup dalam kepungan kekuasaan kekuatan mitis,
melainkan secara bebas ingin meneliti segala hal. Manusia mengambil jarak
terhadap segala sesuatu yang dahulu dirasakan sebagai kepungan. Mereka mulai
menyusun suatu ajaran atau teori dasar mengenai hakikat segala sesuatu
(ontologi) dan mengenai segala sesuatu menurut perinciannya (ilmu-ilmu).
Kebudayaan ontologi berkembang dengan lingkungan kebudayaan kuno yang sangat
dipengaruhi oleh filsafat dan ilmu pengetahuan. Dalam tahap ontologis
substanialisme menunjukan sifat negatifnya, yaitu usaha menjadikan manusia dan
nilai-nilai itu semacam benda, barang-barang, atau substansi yang pecah, lepas
yang satu dari yang lain.
c. Tahap
fungsional
Tahap Fungsional, yaitu
sikap dan alam pikiran yang tidak begitu terpesona lagi oleh lingkungannya
(sikap mitis), ia tidak lagi dengan kepala dingin ambil jarak terhadap objek
penyelidikannya (sikap ontologis), ia ingin mengadakan relasi-relasi baru,
suatu kebertautan yang baru terhadap segala sesuatu dalam lingkungannya. Dalam
tahap fungsional pun terdapat suatu segi negatif, yaitu oprasionalisme, yaitu
bahaya bahwa kita saling memperlakukan diri sebagai buah-buah catur,
nomor-nomor dalam seberkas kartu arsip.
Ketiga
tahap itu atau ketiga sifat dasar itu hanya merupakan sebuah skema, sarana yang
dapat membantu kita. Penggambaran tentang tahap mistis dan tahap ontologis itu
hanya berfungsi sebagai latar belakang, agar gambaran mengenai kita sekarang
semakin jelas. Dengan kata lain, ketiga tahap itu hendaklah kita lihat sebagai
semacam “flash back” dalam film: kita menoleh ke jaman yang silam untuk
menjelaskan masa kini.
Sifat
dasar tersebut sebagai bagan yang hendaklah dipandang sebagai sebuah sarana
guna pengarahan praktis, dan tidak untuk mempermainkan gagasan-gagasan teoritis
tang muluk-muluk. Yang diutamakan disini ialah suatu urusan yang praktis
sekali, yaitu ketegangan antara sikap terbuka (transendensi) dan sikap tertutup
(imanensi) dalam pertutan antara manusia dan kekuasaan disekitarnya. Kekuasaan
disni maksudnya segala sesuatu yang menyodorkan diri kepada kita dan yang
mempengaruhi kita.
Strategi
yang mengatur hungan antara mausia dengan kekuasan itu kaya akan
gambaran-gambaran dan gagasan-gagasan. Itu sebabnya mengapa semua itu perlu
disederhanakan dan dipetakan menurut sebuah skema sedaerhana. Fungsi bagan itu
bukan menyebutkan semua gejala satu per satu, melaikan menyediakan sekedar
orientasi.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengertian Filsafat Ilmu adalah upaya
untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka wacana dan postulat
tentang ilmu serta upaya untuk membuka tabir dasar-dasar keempirisan,
kepragmatisan dan kerasionalan. Aspek filsafat ini erat hubungannya dengan hal
ihwal yang logis dan epistemologis. Jadi, peran filsafat ilmu disini berganda.
Pada sisi pertama, filsafat ilmu mencakup analisis kritis terhadap anggapan
dasar, seperti kualitas, kuantitas, ruang, waktu dan hukum. Pada sisi yang lain
filsafat ilmu mencakup studi mengenai keyakinan tertentu, seperti keyakinan
mengenai dunia 'sana', keyakinan mengenai keserupaan di dalam alam semesta dan
keyakinan mengenai kenalaran proses alami.
Tujuan dari mempelajari filsafat ilmu
antara lain, mendalami unsur-unsur pokok ilmu, memahami sejarah pertumbuhan,
perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, menjadi pedoman bagi para
dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, mendorong pada
calon ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya, mempertegas
bahwa dalam proses sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada
pertentangan.
·
Cornelis
Anthonie Van Peursen dilahirkan tanggal 8 Juli 1920 di negeri Belanda.
·
Tahun 1948
mencapai gelar Doktor Filsafat.
·
Tahun 1948-1950
menjabat wakil ketua hubungan internasional pada kementerian Pendidikan
Belanda.
·
Tahun 1950-1953
Lector Filsafat pada Universitas Negeri di Utrecht.
·
1953-1960 Guru
Besar Filsafat pada Universitas Negeri di Groningen.
·
Tahun 1960 juga
menjadi Guru Besar di Universitas Negeri di Leiden.
·
Tahun 1963 Guru
Besar Luar Biasa dalam Ilmu Epistemologi pada Universitas Kristen di Amsterdam
(VU).
Filsafat ilmu dengan berbagai macam
paradigmanya merupakan sejarah jalan menuju perkembangan ilmu pengetahuan di
masa kini. Dalam buku C.A. Van Peursen yang berjudul Sebuah Pengantar Filsafat
Ilmu teori pengetahuan juga menelaah tentang struktur dan kesahihan pengetahuan
insani. Pengetahuan ini mencakup anatara lain: mengamati, mengingat, menyangka,
dan bernalar. Teori pengetahuan pada bidang ilmu itu sendiri mencakup
rasionalisme, empirisme, positivisme logis, dan konstruktivisme. Gambaran ilmu
itu sendiri yaitu bahwa ilmu hanya bisa berfungsi dalam suatu konteks, karena
hanya dengan demikian ilmu cukup terbuka untuk kontak yang mutlak perlu dengan
kenyataan yang ini diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Peursen,
C.A. Van. 1976. “Strategi Kebudayaan. Terjamahan; Dick Hartoko”. Yogyakarta:
Penerbitan Yayasan Kanisius
Susanto.
2011. “Filsafat Ilmu”. Jakarta: Bumi Aksara
Peursen,
C.A Van. 1991. “Orientasi di Alam Filsafat”. Jakarta: PT Gramedia
Bakhtiar,
Amsal. 2004. “Filsafat Ilmu”, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Peursen,
C. A. Van. 1985. “ Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu” Jakarta: PT Gramedia
[1] C. A.
Van Peursen, “ Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu” (Jakarta: PT Gramedia, 1985)
hlm. 79
[2] H.A
Mustofa, 2004, “Filsafat Islam”, hlm. 9
[3] Endang
Saifudin Anshari, “Ilmu”, hlm. 47
[4] B. Arief
Sidharta, Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung 2008,
hal. 7-11.
[5] A.
Sutanto, “Filsafat Ilmu” (Jakarta: Bumi Aksara, 2011) hlm. 48
[6] Amsal
Bakhtiar, “Filsafat Ilmu”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004) hlm. 20
[7] C. A.
Van Peursen, “Orientasi di Alam Filsafat”, (Jakarta: PT Gramedia, 1991) hlm.
261
Tidak ada komentar:
Posting Komentar