SANAD, MATAN
DAN RAWI HADIS
Disusun
untuk memenuhi
Tugas
mata kuliah: Al Qur’an Al Hadis
Dosen
Pengampu: Dr. Hj. Marhumah, M. Pd
Disusun
oleh:
Yuli Nurdiyanto
(14410110)
Najiba Rahmawati
(14410111)
Muhammad Harisul Huda
(14410112)
Jurusan
Pendidikan Agama Islam
Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas
Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2014
KATA
PENGANTAR
Assalamualikum Wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat
Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat
sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Al Qur’an Al Hadis ini dapat selesai sesuai dengan
waktunya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Agung
Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya Amin.
Dalam penyusunan makalah ini
tentunya ada hambatan yang selalu mengiringi namun atas kerja sama dan diskusi,
akhirnya semua hambatan dalam penyusunan makalah ini dapat teratasi.
Makalah ini disusun dengan tujuan
sebagai informasi serta untuk menambah wawasan khususnya dalam studi Al Qur’an Al Hadis dan adapun metode yang kami ambil
dalam penyusunan makalah ini adalah berdasarkan pengumpulan sumber informasi
dari berbagai sumber buku,karya tulis dan media massa yang mendukung dengan
tema makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan sebagai sumbangsih pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak
lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan
baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Kami sebagai
penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu
kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.
Wassalamualikum Wr.Wb
Yogyakarta, 29 September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................................ 2
DAFTAR ISI................................................................................................................ 3
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang........................................................................................................ 4
B.
Rumusan
Masalah 4
C.
Tujuan
Penulisan ..................................................................................................... 4
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sanad..................................................................................................... 5
B.
Pengertian
Matan..................................................................................................... 6
C.
Pengertian Rawi...................................................................................................... 8
D.
Tolak Ukur
Kesahihan Sanad Hadis....................................................................... 9
E.
Tolak Ukur
Kesahihan Matan Hadis....................................................................... 10
F.
Tolak ukur
Kesahihan Rawi Hadis.......................................................................... 11
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................................................................................................. 14
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia bagi
orang-orang yang bertaqwa sifatnya mujmal(global) atau masih ‘am(umum), maka
untuk menerapkannya secara praktis sangatlah membutuhkan penjelasan-penjelasan
yang lebih jelas terutama dari nabi Muhammad SAW yang menerima wahyu.
penjelasan-penjelasan dari nabi tersebut bisa berupa ucapan atau perbuatan
maupun pernyataan atau pengakuan, yang dalam tradisi keilmuan islam disebut
hadits. Dengan demikian, hadits nabi merupakan
sumber ajaran islam setelah AL-Qur’an.
Dari sisi periwayatannya hadits memang berbeda dengan Al-Qur’an. Semua
periwayatan ayat-ayat Al-Qur’an dipastikan berlangsung secara mutawatir, sedang
hadits ada yang mutawatir dan ada juga yang ahad. Oleh karena itu, Al-Quran
bila dilihat dari segi periwayatannya mempunyai kedudukan sebagai qot’i
al-wurud, sedang hadits nabi dalam hal ini yang berkategori ahad, berkedudukan
sebagai dzoni al-wurud.
Untuk mengetahui otentisitas dan orisinalitas hadits semacam ini diperlukan
penelitian matan maupun sanad. Dari sini dapat dilihat bahwa selain rowi ,
matan dan sanad merupakan tiga unsur terpenting dalam hadits nabi.
Untuk itu dalam pembahasan makalah ini kami akan menyajikan bahan diskusi
yang berjudul :Sanad, Matan, dan Rowi Hadits, kami akan mencoba memaparkan apa
itu Sanad, Matan, dan Rowi Hadits, Tolak Ukur Kesahihan Sanad Hadits, Tolak
Ukur Kesahihan Matan Hadits, dan Tolak Ukur Kesahihan Rawi Hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sanad, matan, dan rawi hadis
2. Bagaimana tolak ukur kesahihan sanad, matan, rawi
hadis
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian sanad, matan, dan rawi hadis
2. Mengetahui tolak ukur kesahihan sanad, matan, rawi
hadis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sanad Hadis
Menurut bahasa, kata سند (sanad)mengandung kesamaan arti kata طريق (thariq) yaitu jalan atau sandaran.
Sedangkan menurut istilah hadis, sanad ialah jalan yang menyampaikan kita
kepada matan hadis.[1]
Dalam bidang ilmu
hadits sanad itu merupakan neraca untuk menimbang shahih atau dhaifnya. Andai
kata salah seorang dalam sanad ada yang fasik atau yang tertuduh dusta atau
jika setiap para pembawa berita dalam mata rantai sanad tidak bertemu langsung
(muttashil), maka hadits tersebut dhaif sehingga tidak dapat dijadikan hujjah.
Demikian sebaliknya jika para pembawa hadits tersebut orang-orang yang cakap
dan cukup persyaratan, yakni adil, takwa, tidak fasik, menjaga kehormatan diri
(muru’ah), dan memilikimdaya ingat yang kredibel, sanadnya bersambung dari satu
periwayat ke periwayat lain sampai pada sumber berita pertama, maka haditsnya
dinilai shahih.
Tidak layak naik ke
loteng atau atap rumah kecuali dengan tangga. Maksud tangga adalah sanad, jadi
seseorang tidak akan mungkin sampai kepada Rasulullah dalam periwayatan hadits
melainkan harus melalui sanad. Pernyataan di atas memberikan petunjuk, bahwa
apabila sanad suatu hadits benar-benar dapat di pertanggung jawabkan
keshahihannya, maka hadits itu pada umumnya berkualitas shahih dan tidak ada
alasan untuk menolaknya. Studi sanad khusus hanya dimiliki umat Muhammad,
umat-umat terdahulu sekalipun dalam penghimpunan kitab suci mereka dan juga
tidak ditulis pada masa Nabi nya tidak disertai sanad. Padahal ditulis setelah
ratusan tahun dari masa Nabi nya. Kitab suci mereka ditulis berdasarkan ingatan
beberapa generasi yang dinisbatkan pada Nabi Isa yang tidak di sertai dengan
sanad.
Contoh Sanad
حدثنا عبد الله بن يوسف قا ل أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير بن مطعم عن أبيه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه قرأ فى المغرب الطور.
(رواه البخاري)
Artinya:
“memberitakan kepada
kami Abdullah bin Yusuf ia berkata; memberitakan kepada kami Malik dari Ibnu
Syihab dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari ayahnya berkata: “aku
mendengar Rasulallah SAW membaca surah Ath-Thur pada salat maghrib.” (HR.
Al-Bukhori)
Dari contoh hadis di
atas jika diteliti, maka yang dimaksud dengan sanad adalah dimulai dari
haddatsana Abdullah bin Yusuf hingga pada lafadz ‘An biihi qaala, yang
menyambungkan kepada Rasulullah SAW. Agar lebih jelas berikut ini diterangkan
dalam bentuk denah periwayatan hadits di atas.
B. Pengertian Matan Hadis
Kata matan menurut
bahasa berarti: keras, kuat, suatu yang nampak dan yang asli. Dalam
perkembangan karya penulisan ada matan dan syarah. Matan disini di maksudkan
karya atau karangan asal seseorang yang pada umumnya menggunakan bahasa yang
universal, padat, dan singkat. Dimaksudkan dalam konteks hadits, hadits sebagai
matan kemudian diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulama,
misalnya Shahih Bukhari disyarahkan oleh Al-Asqolani dengan nama Fath al-Bari’
dan lain-lain.
Yang di sebut dengan
matan hadits, ialah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang diover oleh
sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rasulullah saw, sahabat atau
tabi’in. Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan
sahabat yang tidak di sanggah oleh Nabi, Misalnya, Al-Hakim meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw bersabda,”Penghulu syuhada adalah Hamzah dan orang yang berdiri
dihadapan penguasa untuk menasehatinya lantas ia dibunuh karenanya”. Pernyataan
demikian merupakan matan (isi dari sebuah hadits) yang diriwayatkan oleh Imam
Malik. Contoh lain, Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah
saw bersabda,”Masyarakat itu berserikat dalam tiga barang: air, padang
gembalaan, dan api”. Sabda Rasul tersebut merupakan matan hadits yang
diriwayatkan oleh kedua perawi hadits tersebut.
Contoh matan
عن
أم المؤمنين عا ئشة رضى الله عنها قالت : قال رسول الله , من أحدث فى أمرنا
هذا ما ليس منه فهو رد. (رواه متفق عليه)
“warta dari Ummu Al
Mukminin, ‘Aisyah ra., ujarnya: ‘Rasulullah SAW telah bersabda: barang siapa
yang mengada-ngadakan sesuatu yang bukan termasuk dalam urusan (agamaku), maka
ia tertolak’. ” (Hr. Bukhori dan Muslim)
Dari contoh hadist diatas
yang dimaksud dengan matan hadis ialah lafadz yang dimulai dengan من أحدث hingga lafadz فهو رد
atau dengan kata lain yang dimaksud dengan bagian matan dari contoh
hadis di atas ialah lafadz من أحدث فى أمرنا هذا ما ليس
منه فهو رد “barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang bukan termasuk
dalam urusan (agamaku), maka ia tertolak’.”
C. Pengertian Rawi Hadis
Yang dimaksud dengan
rawi ialah orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa yang
pernah didengar atau diterimanya dari dari seorang (gurunya).[2] Bentuk jamaknya yaitu
ruwat, perbuatan menyampaikan hadits tersebut dinamakan me-rawi (riwayat) kan hadits.
Contoh hadits nabi
dalam periwayatan yang lengkap :
حدثنا عبيدالله بن موسى قال : اخبرنا حنظلة بن ابى سفيان عن اكرمة بن خالد عن ابن عمر رضي الله عنهما قال
: قال رسول الله ص.م. بني الاسلام على خمس شهادة ان لااله الاالله وان محمد رسول الله واقام الصلاة وايتاء الزكاة والحج وصوم رمضان. “رواه البخارى”
Artinya : “telah
menceritakan kepada kami ubaidullah bin musa, ia berkata : telah mengabarkan
kepada kami handhalah bin abi sufyan dari ikrimah bin khalid dari ikrimah bin
khalid dati ibnu umar radhiyallahu ‘anhuma berkata : telah bersabda rasulullah
saw : didirikan islam itu atas lima perkara : syahadat bahwa tidak ada tuhan
selain allah dan muhammad rasulullah, mendirikan solat, membayar zakat, berhaji
dan puasa dalam bulan ramadhan”. (Riwayat Bukhari)
Hadits tersebut
diatas , kita temukan pada kitab hadits yang disusun oleh imam bukhari yang
bernama : الجامع الصحيح (aljami’u as-shahih) atau lebih dikenal
dengan صحيح البخارى (shahih bukhari).
Hadits tersebut telah diriwayatkan oleh beberapa orang rawi, yakni :
1. Ibnu umar ra. ………………………sebagai rawi pertama.
2. Ikrimah bin khalid ……………….sebagai rawi kedua.
3. Handhalah bin abi sufyan ……..sebagai rawi ketiga.
4. Ubaidullah bin musa ……………sebagai rawi keempat.
5. Imam bukhari ……………………..sebagai rawi kelima atau rawi
terakhir.
D. Tolak Ukur Kesahihan Sanad Hadits
Setelah menyusun keseluruhan
sanad yang telah ditakhrij dalam sebuah skema sanad (guna memudahkan pembacaan
jaringan sanad hadits yang sedang diteliti), maka untuk selanjutnya dilakukan
telaah kritis terhadap sanad hadits tersebut, namun sebelum menetapkan suatu
hadits itu sahih atau tidak, diperlukan tolak ukur yang baku (setidak-tidaknya
telah dibakukan oleh ulama’ hadits), yaitu yaitu sebagaimana dikemukakan
al-nawawi bahwa yang disebut hadits sahih adalah :
ما اتصل سنده بالعدول الضابطين من غير شذوذ ولا علة
“Yaitu hadits yang bersambung
oleh rawi-rawi yang adil dan dhabit serta terhindar dari syudhut dan illat”.
Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa kaedah kesahihan hadits adalah
1) Sanadnya bersambung
2) Seluruh rawi dalam sanad tersebut adil.
Yang dimaksud dengan adil yaitu :
a. Beragama islam dan menjalankan
agamanya dengan baik
b.Berakhlak mulia
c. Terhindar dari kefasikan
3) Seluruh rawi dalam sanad tersebut dhabit.
Yang dimaksud dengan dhabit yaitu :
a. Rawi memahami dengan baik riwayat
yang telah didengarnya .
b.Rawi tersebut hafal dengan baik
riwayat yang telah diterimanya. Rawi tersebut mampu menyampaikan riwayat yang
telah dihafalnya dengan baik, kapan saja dia kehendaki dan sampai saat dia
menyampaikan kembali riwayat tersebut kepada orang lain.
4) Haditsnya terhindar dari syudhud.
5) Haditsnya terhindar dari illat.
Pengertian illat adalah sebab
tersembunyi yang merusak kualitas hadits. Jadi kaedah hadits yang berillat
adalah :
a. Tampak secara lahiriah sahih.
b.Sebenarnya dalam hadits itu ada
kecacatan.
E. Tolak Ukur Kesahihan Matan
Hadits
Kritik matan telah dilakukan
sejak masa sahabat, dan cara-cara mereka ini pulalah yang tetap dipertahankan hingga kini, namun
sebelum menguraikan tolak ukur matan hadits ini terdapat langkah sistematis
yang perlu dilalui yaitu:
a)Pada langkah pertama ini
menunjukkan bahwa telaah matan hadits ini tidak terlepas dari telaah sanad
hadits yang sebagai satu kesatuan hadits, sehingga matan yang sahih tetari
tidak didukung sanad yang sahih tiak serta merta dapat dinyatakan sebagai
hadits yang shahih atau benar-benar bersumber dari nabi saw. demikian pula
sebaliknya.
b) Sedangkan langkah kedua dilakukan telaah
lafal, karena hadits yang sampai kepada beberapa mukharrij memiliki keragaman,
sehingga perlu dilakukan telaah terhadap berbagai lafal yang ada pada beberapa
hadits semakna tersebut, hal ini juga dipengaruhi oleh adanya hadits nabi yang
yang sampai kepada mukharrij lebih banyak bersifat riwayat bil ma’na dari pada
riwayat bil lafdhi.
c)Adapun langkah ketiga sebagai
tindak lanjut dari langkah sebelumnya yaitu setelah peneliti mampu mengembara
dengan bekal beberapa hasil rekaman berita yang semakna tersebut dilanjutkan
dengan rekonstruksi makna bahwa hadits ini diyakini berasal dari nabi saw.
Untuk membantu kearah yang benar
dalam menyimpulkan bahwa hadits-hadits tersebut benar-benar datangnya dari nabi
saw., maka untuk mengukur hadits tersebut shahih dilakukan langkah teknis lain
yaitu :
a)Memperhadapkan hadits tersebut
dengan al-qur’an, sebab alqur’anlah yang menjadi dasar hidup nabi saw.,
sementara hadits adalah rekaman terhadap aktualisasi nabi saw. atas nilai-nilai
alqur’an tersebut.
b) Memperhadapkan hadits tersebut dengan
hadits-hadits yang lain atau sunnah nabi saw.
c)Memperhadapkan hadits itu
dengan realitas sejarah, sebab aktualisasi nabi saw. terikat oleh ruang dan
waktu, oleh karenanya untuk menguji suatu suatu rekaman yang disandarkan kepada
nabi saw. Salah satunya tidak bertentangan dengan sosio historis yang ada pada
saat berita itu direkam.
F. Syarat-syarat yang diperlukan
pada perawi hadits
Diisyaratkan untuk menerima
riwayat para perawi hadits atau khbar yang tidak mutawatir supaya sah kita
berhujjah dengannya, ada dua syarat :
1.perawi itu seorang yang adil.
2.perawi itu seorang perawi yang
dhabit bagi riwayatmya.
Diperlukan dua syarat ini adalah
supaya kita bias mempercayainya terhadap agamanya dan supaya yang diriwayatkan
itu dapat dipercayai karena kuat hafalannya, sedikit salahnya dan kelupaannya.
Jika perawi itu banyak salah dan
lupa, ditolaklah riwayatnya, terkecuali riwayatnya yang dapat diketahui bahwa
dia tidak khilaf dan lupa padanya. Dan jika dia seorang yang tidak banyak,
diterimalah riwayatnya, terkecuali riwayat diketahui bahwa perawi itu salah
padanya.
Pendapat lain mengatakan bahwa
syarat-syarat rawi yaitu :
a) Bulugh artinya ia sudah baligh menurut
ketentuan agama.Artinya bahwa ia sudah
baligh ketika meriwayatkan hadits yang bersangkutan,sekalipun waktu menerimanya
masih kecil atau belum mencapai baligh.
b) Islam.artinya saat ia menyampaikan hadits
ia dalam keadaan islam,walaupun waktu menerimanya masih beragama lain.
c) ‘Adalah.Yakni orang islam, aqil baligh (berakal) dan tidak terjangkit
penyakit gila, juga tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak membiasakan
melakukan dosa kecil.
d) Dhobath.yaitu dapat menangkap apa yang
diterima dan didengar,kuat hafalannya dan bukan pelupa,sehingga dimana dan
kapan saatnyapun jika diperlukan maka ia dapat mengulang kembali dan
menyebutkan hadits yang diterima olehnya itu dengan baik.
e) Ittishol.yakni bersambung.artinya rowi
yang menerima hadits itu bertemu langsung dengan rowi yang diatasnya,jadi
seperti rawi G bertemu dengan F,rowi F bertemu dengan rowi E,E bertemu D
demikian seterusnya hingga rowi A bertemu sendiri dengan rosulullah saw.
f) Ghoiru syadz.yakni tidak
ganjil.Maksudnya hadits yang diriwayatkan tidak berlawanan dengan hadits lain
yang lebih kuat dan juga tidak berlawanan dengan Al qur’an.
Jalan atau cara untuk mengetahui keadilan
dan kedhabitan perawi.
Diketahui bahwa seseorang perawi
itu adil, dengan cara berikut ini :
Dengan karena telah terkenal
dalam masyarakat bahwa perawi tersebut seorang yang adil, yaitu seperti imam
malik, syu’bah, al-auza’i, sufyan ats-tsauri, dan lain-lain.
Dengan disaksikan oleh seorang
ahli yang diterima perkataannya, bahwa perawi tersebut seorang yang ahli.
Ibnush shalah menetapkan, bahwa perlu dua orang ulama’ untuk untuk
mentazkiyahkan seseorang perawi, yakni untuk menerangkan bahwa perawi itu oeang
yag adil.
Para ulama’ sependapat bahwa
tazkiyah (mengaku keadilan seorang perawi) dari dua orang mengukupi. Mereka
berselisih tentang menerima tazkiyah dari seseorang saja. Kebanyakan fuqaha’
ahli madinah, menurut hikayat alqadli abu baker, bahwa adil dan tidaknya
(‘adalah dan jarah) tidak dapat ditetapkan dengan tazkiyah (ta’dil) atau tajrih
seorang saja. Mereka mengkiaskan dengan syahadah (persaksian).
Diketahui seseorang perawi itu
dhabit adalah dengan mengi’tibarkan
riwayat-riwayatnya dengan riwayat – riwayat orang kepercayan yang terkenal kuat
ingatan dan bagus hafalan. Jika kita dapati riwayatnya sesuai dalam
kebanyakannya, sedang kesalahannya
sedikit, walaupun dari jurusan makna, yakinlah kita bahwa perawi hadits itu seorang yang dhabit.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut bahasa, kata سند (sanad)mengandung
kesamaan arti kata طريق (thariq) yaitu jalan
atau sandaran. Sedangkan menurut istilah hadis, sanad ialah jalan yang
menyampaikan kita kepada matan hadis. Rawi adalah orang menyampaikan atau
menuliskan dalam suatu kitab apa yang pernah didengar dan diterimanya dari
seseorang (guru). Matan hadits, ialah
pembicaraan (kalam) atau materi berita yang diover oleh sanad yang terakhir.
Baik pembicaraan itu sabda Rasulullah saw, sahabat atau tabi’in.
DAFTAR PUSTAKA
Bustamin dan M.Isa H. A. Salam, Metode Kritik Hadis,
JJakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004.
As-siddiqi, Teungku M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009
_____________, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta
: PT. Bulan Bintang, 1994
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi,
Jakarta : Bulan Bintang, 1992
_____________, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung
:Penerbit Angkasa, 1991
Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2003
Rahman, Fatchur, Ikhtisar Mushthalahatul Hadits,
Bandung : PT. Alma’arif, 1995
Ulama’I, A. Hasan Asy’ari, Melacak Hadits Nabi saw :
Cara Cepat Mencari Hadits Dari Manual Hingga Digital, Semarang : Rasail, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar