Rabu, 30 Desember 2015

MAKALAH SANAD, MATAN DAN RAWI HADIS

SANAD, MATAN DAN RAWI HADIS
Disusun untuk memenuhi
Tugas mata kuliah: Al Qur’an Al Hadis
Dosen Pengampu: Dr. Hj. Marhumah, M. Pd


Disusun oleh:
Yuli Nurdiyanto                      (14410110)
Najiba Rahmawati                  (14410111)
Muhammad Harisul Huda      (14410112)
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2014
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Al Qur’an Al Hadis ini dapat selesai sesuai dengan waktunya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya Amin.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya ada hambatan yang selalu mengiringi namun atas kerja sama dan diskusi, akhirnya semua hambatan dalam penyusunan makalah ini dapat teratasi.
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk menambah wawasan khususnya dalam studi Al Qur’an Al Hadis dan adapun metode yang kami ambil dalam penyusunan makalah ini adalah berdasarkan pengumpulan sumber informasi dari berbagai sumber buku,karya tulis dan media massa yang mendukung dengan tema makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsih pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.
Wassalamualikum Wr.Wb

Yogyakarta, 29 September 2014


Penulis



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ 2
DAFTAR ISI................................................................................................................ 3           
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................................ 4
B.     Rumusan Masalah                                                                                                     4
C.     Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Sanad..................................................................................................... 5
B.     Pengertian Matan..................................................................................................... 6
C.     Pengertian Rawi...................................................................................................... 8
D.    Tolak Ukur Kesahihan Sanad Hadis....................................................................... 9
E.     Tolak Ukur Kesahihan Matan Hadis....................................................................... 10
F.      Tolak ukur Kesahihan Rawi Hadis.......................................................................... 11
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 15



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia bagi orang-orang yang bertaqwa sifatnya mujmal(global) atau masih ‘am(umum), maka untuk menerapkannya secara praktis sangatlah membutuhkan penjelasan-penjelasan yang lebih jelas terutama dari nabi Muhammad SAW yang menerima wahyu. penjelasan-penjelasan dari nabi tersebut bisa berupa ucapan atau perbuatan maupun pernyataan atau pengakuan, yang dalam tradisi keilmuan islam disebut hadits. Dengan demikian, hadits nabi merupakan sumber ajaran islam setelah AL-Qur’an.
Dari sisi periwayatannya hadits memang berbeda dengan Al-Qur’an. Semua periwayatan ayat-ayat Al-Qur’an dipastikan berlangsung secara mutawatir, sedang hadits ada yang mutawatir dan ada juga yang ahad. Oleh karena itu, Al-Quran bila dilihat dari segi periwayatannya mempunyai kedudukan sebagai qot’i al-wurud, sedang hadits nabi dalam hal ini yang berkategori ahad, berkedudukan sebagai dzoni al-wurud.
Untuk mengetahui otentisitas dan orisinalitas hadits semacam ini diperlukan penelitian matan maupun sanad. Dari sini dapat dilihat bahwa selain rowi , matan dan sanad merupakan tiga unsur terpenting dalam hadits nabi.
Untuk itu dalam pembahasan makalah ini kami akan menyajikan bahan diskusi yang berjudul :Sanad, Matan, dan Rowi Hadits, kami akan mencoba memaparkan apa itu Sanad, Matan, dan Rowi Hadits, Tolak Ukur Kesahihan Sanad Hadits, Tolak Ukur Kesahihan Matan Hadits, dan Tolak Ukur Kesahihan Rawi Hadits.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian sanad, matan, dan rawi hadis
2.      Bagaimana tolak ukur kesahihan sanad, matan, rawi hadis
C.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian sanad, matan, dan rawi hadis
2.      Mengetahui tolak ukur kesahihan sanad, matan, rawi hadis


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sanad Hadis
Menurut bahasa, kata سند (sanad)mengandung kesamaan arti kata طريق (thariq) yaitu jalan atau sandaran. Sedangkan menurut istilah hadis, sanad ialah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadis.[1]
Dalam bidang ilmu hadits sanad itu merupakan neraca untuk menimbang shahih atau dhaifnya. Andai kata salah seorang dalam sanad ada yang fasik atau yang tertuduh dusta atau jika setiap para pembawa berita dalam mata rantai sanad tidak bertemu langsung (muttashil), maka hadits tersebut dhaif sehingga tidak dapat dijadikan hujjah. Demikian sebaliknya jika para pembawa hadits tersebut orang-orang yang cakap dan cukup persyaratan, yakni adil, takwa, tidak fasik, menjaga kehormatan diri (muru’ah), dan memilikimdaya ingat yang kredibel, sanadnya bersambung dari satu periwayat ke periwayat lain sampai pada sumber berita pertama, maka haditsnya dinilai shahih.
Tidak layak naik ke loteng atau atap rumah kecuali dengan tangga. Maksud tangga adalah sanad, jadi seseorang tidak akan mungkin sampai kepada Rasulullah dalam periwayatan hadits melainkan harus melalui sanad. Pernyataan di atas memberikan petunjuk, bahwa apabila sanad suatu hadits benar-benar dapat di pertanggung jawabkan keshahihannya, maka hadits itu pada umumnya berkualitas shahih dan tidak ada alasan untuk menolaknya. Studi sanad khusus hanya dimiliki umat Muhammad, umat-umat terdahulu sekalipun dalam penghimpunan kitab suci mereka dan juga tidak ditulis pada masa Nabi nya tidak disertai sanad. Padahal ditulis setelah ratusan tahun dari masa Nabi nya. Kitab suci mereka ditulis berdasarkan ingatan beberapa generasi yang dinisbatkan pada Nabi Isa yang tidak di sertai dengan sanad.
Contoh Sanad
حدثنا عبد الله بن يوسف قا ل أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير بن مطعم عن أبيه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه قرأ فى المغرب الطور. (رواه البخاري)
Artinya:
“memberitakan kepada kami Abdullah bin Yusuf ia berkata; memberitakan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari ayahnya berkata: “aku mendengar Rasulallah SAW membaca surah Ath-Thur pada salat maghrib.” (HR. Al-Bukhori)
Dari contoh hadis di atas jika diteliti, maka yang dimaksud dengan sanad adalah dimulai dari haddatsana Abdullah bin Yusuf hingga pada lafadz ‘An biihi qaala, yang menyambungkan kepada Rasulullah SAW. Agar lebih jelas berikut ini diterangkan dalam bentuk denah periwayatan hadits di atas.

B.     Pengertian Matan Hadis
Kata matan menurut bahasa berarti: keras, kuat, suatu yang nampak dan yang asli. Dalam perkembangan karya penulisan ada matan dan syarah. Matan disini di maksudkan karya atau karangan asal seseorang yang pada umumnya menggunakan bahasa yang universal, padat, dan singkat. Dimaksudkan dalam konteks hadits, hadits sebagai matan kemudian diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulama, misalnya Shahih Bukhari disyarahkan oleh Al-Asqolani dengan nama Fath al-Bari’ dan lain-lain.
Yang di sebut dengan matan hadits, ialah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang diover oleh sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rasulullah saw, sahabat atau tabi’in. Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak di sanggah oleh Nabi, Misalnya, Al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,”Penghulu syuhada adalah Hamzah dan orang yang berdiri dihadapan penguasa untuk menasehatinya lantas ia dibunuh karenanya”. Pernyataan demikian merupakan matan (isi dari sebuah hadits) yang diriwayatkan oleh Imam Malik. Contoh lain, Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,”Masyarakat itu berserikat dalam tiga barang: air, padang gembalaan, dan api”. Sabda Rasul tersebut merupakan matan hadits yang diriwayatkan oleh kedua perawi hadits tersebut.
Contoh matan
عن أم المؤمنين عا ئشة رضى الله عنها قالت : قال رسول الله , من أحدث فى أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد. (رواه متفق عليه)
“warta dari Ummu Al Mukminin, ‘Aisyah ra., ujarnya: ‘Rasulullah SAW telah bersabda: barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang bukan termasuk dalam urusan (agamaku), maka ia tertolak’. ” (Hr. Bukhori dan Muslim)
Dari contoh hadist diatas yang dimaksud dengan matan hadis ialah lafadz yang dimulai dengan من أحدث hingga lafadz فهو رد atau dengan kata lain yang dimaksud dengan bagian matan dari contoh hadis di atas ialah lafadz من أحدث فى أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد “barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang bukan termasuk dalam urusan (agamaku), maka ia tertolak’.”



C.     Pengertian Rawi Hadis
Yang dimaksud dengan rawi ialah orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa yang pernah didengar atau diterimanya dari dari seorang  (gurunya).[2] Bentuk jamaknya yaitu ruwat, perbuatan menyampaikan hadits tersebut dinamakan me-rawi  (riwayat) kan hadits.
Contoh hadits nabi dalam periwayatan yang lengkap :

حدثنا عبيدالله بن موسى قال : اخبرنا حنظلة بن ابى سفيان عن اكرمة بن خالد عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : قال رسول الله ص.م. بني الاسلام على خمس شهادة ان لااله الاالله وان محمد رسول الله واقام الصلاة وايتاء الزكاة والحج وصوم رمضان. “رواه البخارى

Artinya : “telah menceritakan kepada kami ubaidullah bin musa, ia berkata : telah mengabarkan kepada kami handhalah bin abi sufyan dari ikrimah bin khalid dari ikrimah bin khalid dati ibnu umar radhiyallahu ‘anhuma berkata : telah bersabda rasulullah saw : didirikan islam itu atas lima perkara : syahadat bahwa tidak ada tuhan selain allah dan muhammad rasulullah, mendirikan solat, membayar zakat, berhaji dan puasa dalam bulan ramadhan”. (Riwayat Bukhari)
Hadits tersebut diatas , kita temukan pada kitab hadits yang disusun oleh imam bukhari yang bernama : الجامع الصحيح (aljami’u as-shahih) atau lebih dikenal dengan  صحيح البخارى (shahih bukhari). Hadits tersebut telah diriwayatkan oleh beberapa orang rawi, yakni :
1.      Ibnu umar ra. ………………………sebagai rawi pertama.
2.      Ikrimah bin khalid ……………….sebagai rawi kedua.
3.      Handhalah bin abi sufyan ……..sebagai rawi ketiga.
4.      Ubaidullah bin musa ……………sebagai rawi keempat.
5.      Imam bukhari ……………………..sebagai rawi kelima atau rawi terakhir.



D.    Tolak Ukur Kesahihan Sanad Hadits
Setelah menyusun keseluruhan sanad yang telah ditakhrij dalam sebuah skema sanad (guna memudahkan pembacaan jaringan sanad hadits yang sedang diteliti), maka untuk selanjutnya dilakukan telaah kritis terhadap sanad hadits tersebut, namun sebelum menetapkan suatu hadits itu sahih atau tidak, diperlukan tolak ukur yang baku (setidak-tidaknya telah dibakukan oleh ulama’ hadits), yaitu yaitu sebagaimana dikemukakan al-nawawi bahwa yang disebut hadits sahih adalah :
ما اتصل سنده بالعدول الضابطين من غير شذوذ ولا علة
“Yaitu hadits yang bersambung oleh rawi-rawi yang adil dan dhabit serta terhindar dari syudhut dan illat”.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kaedah kesahihan hadits adalah
1)      Sanadnya bersambung
2)      Seluruh rawi dalam sanad tersebut adil. Yang dimaksud dengan adil yaitu :
a. Beragama islam dan menjalankan agamanya dengan baik
b.Berakhlak mulia
c. Terhindar dari kefasikan
3)      Seluruh rawi dalam sanad tersebut dhabit. Yang dimaksud dengan dhabit yaitu :
a. Rawi memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya .
b.Rawi tersebut hafal dengan baik riwayat yang telah diterimanya. Rawi tersebut mampu menyampaikan riwayat yang telah dihafalnya dengan baik, kapan saja dia kehendaki dan sampai saat dia menyampaikan kembali riwayat tersebut kepada orang lain.
4)      Haditsnya terhindar dari syudhud.
5)      Haditsnya terhindar dari illat.
Pengertian illat adalah sebab tersembunyi yang merusak kualitas hadits. Jadi kaedah hadits yang berillat adalah :
a. Tampak secara lahiriah sahih.
b.Sebenarnya dalam hadits itu ada kecacatan.
E. Tolak Ukur Kesahihan Matan Hadits
Kritik matan telah dilakukan sejak masa sahabat, dan cara-cara mereka ini pulalah  yang tetap dipertahankan hingga kini, namun sebelum menguraikan tolak ukur matan hadits ini terdapat langkah sistematis yang perlu dilalui yaitu:
a)Pada langkah pertama ini menunjukkan bahwa telaah matan hadits ini tidak terlepas dari telaah sanad hadits yang sebagai satu kesatuan hadits, sehingga matan yang sahih tetari tidak didukung sanad yang sahih tiak serta merta dapat dinyatakan sebagai hadits yang shahih atau benar-benar bersumber dari nabi saw. demikian pula sebaliknya.
b)      Sedangkan langkah kedua dilakukan telaah lafal, karena hadits yang sampai kepada beberapa mukharrij memiliki keragaman, sehingga perlu dilakukan telaah terhadap berbagai lafal yang ada pada beberapa hadits semakna tersebut, hal ini juga dipengaruhi oleh adanya hadits nabi yang yang sampai kepada mukharrij lebih banyak bersifat riwayat bil ma’na dari pada riwayat bil lafdhi.
c)Adapun langkah ketiga sebagai tindak lanjut dari langkah sebelumnya yaitu setelah peneliti mampu mengembara dengan bekal beberapa hasil rekaman berita yang semakna tersebut dilanjutkan dengan rekonstruksi makna bahwa hadits ini diyakini berasal dari nabi saw.
Untuk membantu kearah yang benar dalam menyimpulkan bahwa hadits-hadits tersebut benar-benar datangnya dari nabi saw., maka untuk mengukur hadits tersebut shahih dilakukan langkah teknis lain yaitu :
a)Memperhadapkan hadits tersebut dengan al-qur’an, sebab alqur’anlah yang menjadi dasar hidup nabi saw., sementara hadits adalah rekaman terhadap aktualisasi nabi saw. atas nilai-nilai alqur’an tersebut.
b)      Memperhadapkan hadits tersebut dengan hadits-hadits yang lain atau sunnah nabi saw.
c)Memperhadapkan hadits itu dengan realitas sejarah, sebab aktualisasi nabi saw. terikat oleh ruang dan waktu, oleh karenanya untuk menguji suatu suatu rekaman yang disandarkan kepada nabi saw. Salah satunya tidak bertentangan dengan sosio historis yang ada pada saat berita itu direkam.
F. Syarat-syarat yang diperlukan pada perawi hadits
Diisyaratkan untuk menerima riwayat para perawi hadits atau khbar yang tidak mutawatir supaya sah kita berhujjah dengannya, ada dua syarat :
1.perawi itu seorang yang adil.
2.perawi itu seorang perawi yang dhabit bagi riwayatmya.
Diperlukan dua syarat ini adalah supaya kita bias mempercayainya terhadap agamanya dan supaya yang diriwayatkan itu dapat dipercayai karena kuat hafalannya, sedikit salahnya dan kelupaannya.
Jika perawi itu banyak salah dan lupa, ditolaklah riwayatnya, terkecuali riwayatnya yang dapat diketahui bahwa dia tidak khilaf dan lupa padanya. Dan jika dia seorang yang tidak banyak, diterimalah riwayatnya, terkecuali riwayat diketahui bahwa perawi itu salah padanya.
Pendapat lain mengatakan bahwa syarat-syarat rawi yaitu :
a)       Bulugh artinya ia sudah baligh menurut ketentuan agama.Artinya bahwa ia  sudah baligh ketika meriwayatkan hadits yang bersangkutan,sekalipun waktu menerimanya masih kecil atau belum mencapai baligh.
b)      Islam.artinya saat ia menyampaikan hadits ia dalam keadaan islam,walaupun waktu menerimanya masih beragama lain.
c)      ‘Adalah.Yakni orang islam,  aqil baligh (berakal) dan tidak terjangkit penyakit gila, juga tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak membiasakan melakukan dosa kecil.
d)     Dhobath.yaitu dapat menangkap apa yang diterima dan didengar,kuat hafalannya dan bukan pelupa,sehingga dimana dan kapan saatnyapun jika diperlukan maka ia dapat mengulang kembali dan menyebutkan hadits yang diterima olehnya itu dengan baik.
e)      Ittishol.yakni bersambung.artinya rowi yang menerima hadits itu bertemu langsung dengan rowi yang diatasnya,jadi seperti rawi G bertemu dengan F,rowi F bertemu dengan rowi E,E bertemu D demikian seterusnya hingga rowi A bertemu sendiri dengan rosulullah saw.
f)       Ghoiru syadz.yakni tidak ganjil.Maksudnya hadits yang diriwayatkan tidak berlawanan dengan hadits lain yang lebih kuat dan juga tidak berlawanan dengan Al qur’an.
Jalan atau cara untuk mengetahui keadilan dan kedhabitan perawi.
Diketahui bahwa seseorang perawi itu adil, dengan cara berikut ini :
Dengan karena telah terkenal dalam masyarakat bahwa perawi tersebut seorang yang adil, yaitu seperti imam malik, syu’bah, al-auza’i, sufyan ats-tsauri, dan lain-lain.
Dengan disaksikan oleh seorang ahli yang diterima perkataannya, bahwa perawi tersebut seorang yang ahli. Ibnush shalah menetapkan, bahwa perlu dua orang ulama’ untuk untuk mentazkiyahkan seseorang perawi, yakni untuk menerangkan bahwa perawi itu oeang yag adil.
Para ulama’ sependapat bahwa tazkiyah (mengaku keadilan seorang perawi) dari dua orang mengukupi. Mereka berselisih tentang menerima tazkiyah dari seseorang saja. Kebanyakan fuqaha’ ahli madinah, menurut hikayat alqadli abu baker, bahwa adil dan tidaknya (‘adalah dan jarah) tidak dapat ditetapkan dengan tazkiyah (ta’dil) atau tajrih seorang saja. Mereka mengkiaskan dengan syahadah (persaksian).
Diketahui seseorang perawi itu dhabit adalah dengan  mengi’tibarkan riwayat-riwayatnya dengan riwayat – riwayat orang kepercayan yang terkenal kuat ingatan dan bagus hafalan. Jika kita dapati riwayatnya sesuai dalam kebanyakannya, sedang  kesalahannya sedikit, walaupun dari jurusan makna, yakinlah kita bahwa perawi hadits  itu seorang yang dhabit.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
  Menurut bahasa, kata سند (sanad)mengandung kesamaan arti kata طريق (thariq) yaitu jalan atau sandaran. Sedangkan menurut istilah hadis, sanad ialah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadis. Rawi adalah orang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang (guru).  Matan hadits, ialah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang diover oleh sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rasulullah saw, sahabat atau tabi’in.



DAFTAR PUSTAKA
Bustamin dan M.Isa H. A. Salam, Metode Kritik Hadis, JJakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004.
As-siddiqi, Teungku M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009
_____________­­, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1994
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta : Bulan Bintang, 1992
_____________, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung :Penerbit  Angkasa, 1991
Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003
Rahman, Fatchur, Ikhtisar Mushthalahatul Hadits, Bandung : PT. Alma’arif, 1995
Ulama’I, A. Hasan Asy’ari, Melacak Hadits Nabi saw : Cara Cepat Mencari Hadits Dari Manual Hingga Digital, Semarang : Rasail, 2006





[1] Bustamin dan Salam Isa H.A, Metode Kritik Hadis (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004) 5.
[2] M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung :Penerbit  Angkasa, 1991), cet. 2, hlm. 17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar